Oleh: Sidni Ansori )*
Pemerintah Indonesia terus mempercepat agenda hilirisasi sebagai strategi utama untuk meningkatkan daya saing global di tengah tantangan ekonomi dunia yang semakin kompleks. Langkah ini tidak sekadar bertujuan untuk menambah nilai ekonomi dari produk dalam negeri, melainkan juga menjadi upaya sistematis untuk menciptakan ketahanan industri nasional yang berkelanjutan.
Dengan melibatkan berbagai sektor, mulai dari energi, pertanian, hingga industri manufaktur, pemerintah menunjukkan konsistensi dalam membangun fondasi ekonomi yang tidak lagi bertumpu pada ekspor bahan mentah semata.
Di sektor energi dan sumber daya mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan pentingnya hilirisasi hijau sebagai pilar utama kebijakan nasional. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa hilirisasi tidak hanya berarti membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral, tetapi juga memastikan keberlanjutan agar hasil produksi Indonesia dapat diterima di pasar global. Orientasi kebijakan diarahkan pada pengolahan mineral strategis seperti nikel untuk mendukung transformasi energi menuju teknologi bersih, termasuk produksi baterai kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi.
Penurunan harga komoditas global, termasuk nikel dan batu bara, memang menjadi tantangan tersendiri. Namun, respons pemerintah tidak terpaku pada situasi jangka pendek. Kementerian ESDM merumuskan penyesuaian rencana produksi dan memperketat regulasi dalam penetapan harga komoditas. Melalui Keputusan Menteri ESDM No. 72 Tahun 2025, mekanisme harga acuan diperkuat agar tetap mencerminkan realitas pasar dan melindungi pelaku usaha. Penguatan regulasi ini juga bertujuan untuk menekan praktik eksploitasi yang merugikan lingkungan dan memperkuat tata kelola sumber daya alam nasional.
Di sektor perkebunan, Kementerian Pertanian turut mengambil bagian dalam mempercepat hilirisasi. Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Haris Darmawan, menyampaikan bahwa pengembangan komoditas unggulan seperti kelapa, kakao, dan sawit diarahkan pada penciptaan nilai tambah tinggi melalui inovasi dan teknologi. Peningkatan ekspor kelapa bulat pada 2024 mencerminkan potensi besar sektor ini jika pengelolaannya dilakukan secara tepat.
Namun, pemerintah juga menyadari pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dalam negeri dan kesejahteraan petani. Karena itu, strategi harga wajar dan program peremajaan tanaman diintensifkan untuk menjamin kesinambungan pasokan bahan baku sekaligus meningkatkan produktivitas.
Hilirisasi pada komoditas kakao juga tengah diperkuat, mengingat daya saing Indonesia sempat menurun hingga harus mengimpor bahan baku. Pemerintah menempatkan kakao dalam program prioritas nasional melalui sinergi dengan BUMN dan sektor swasta. Program ini tidak hanya mencakup peremajaan tanaman, tetapi juga peningkatan kualitas biji dan pengembangan teknologi pengolahan modern. Upaya ini akan didukung dengan regulasi baru, seperti Peraturan Menteri Pertanian terkait sertifikasi ISPO, yang diharapkan dapat diterapkan juga untuk komoditas lain demi menjaga keberlanjutan dan kesejahteraan petani.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong hilirisasi di sektor agro, khususnya pada komoditas rumput laut. Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, menyoroti bahwa ekspor rumput laut Indonesia selama ini masih dalam bentuk bahan mentah. Dengan potensi kelautan yang sangat besar, pemerintah menargetkan agar rumput laut dapat diolah menjadi produk turunan bernilai tinggi seperti keragenan, agar-agar, dan plastik biodegradable. Inisiatif ini tidak hanya berkontribusi pada ekspor, tetapi juga membuka peluang besar untuk investasi dalam sektor industri ramah lingkungan.
Investasi dalam industri agro sendiri menunjukkan tren positif, dengan total investasi mencapai lebih dari Rp 200 triliun antara 2022 hingga 2024. Capaian ini menjadi indikasi bahwa kebijakan hilirisasi mulai menunjukkan hasil konkret, sekaligus memberikan keyakinan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemain utama dalam industri berbasis sumber daya alam terbarukan.
Melalui pendekatan lintas sektor dan koordinasi antar kementerian, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam menjadikan hilirisasi sebagai strategi pembangunan jangka panjang. Tidak hanya memperbaiki struktur ekonomi nasional, tetapi juga membuka ruang kerja baru, meningkatkan penerimaan negara, dan menciptakan kemandirian industri.
Meski tantangan global seperti volatilitas harga dan ketergantungan pada pasar luar negeri masih membayangi, kebijakan hilirisasi Indonesia dibangun di atas kerangka kebijakan yang adaptif dan responsif. Pemerintah tidak hanya melihat potensi ekonomi jangka pendek, tetapi juga menempatkan keberlanjutan lingkungan, ketahanan sosial, dan daya saing global sebagai elemen tak terpisahkan dari kebijakan pembangunan nasional.
Dengan peta jalan yang terarah, Indonesia menunjukkan kemauan politik yang kuat untuk tidak lagi menjadi eksportir bahan mentah semata. Upaya memperkuat hilirisasi akan terus disinergikan dengan program transisi energi, pemanfaatan teknologi bersih, serta kolaborasi internasional dalam hal transfer teknologi. Visi jangka panjang ini menjadi sinyal bahwa Indonesia tengah bergerak menuju ekonomi berbasis nilai tambah tinggi, yang tidak hanya menjawab tantangan hari ini, tetapi juga membangun fondasi kokoh untuk masa depan.
Melalui penguatan regulasi, peningkatan efisiensi industri, serta keberpihakan pada keberlanjutan, pemerintah telah meletakkan kerangka kerja yang strategis untuk menjadikan hilirisasi sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, dukungan penuh terhadap kebijakan hilirisasi bukan hanya sebuah keharusan, melainkan langkah nyata menuju Indonesia yang berdaulat secara ekonomi, berdaya saing secara global, dan berkelanjutan secara ekologis.
*) Analis Ekonomi Makro – Sentra Ekonomi Nusantara (SEN)
[edRW]