Oleh: Hana Lestari )*
Pemerintah terus memperkuat strategi hilirisasi sumber daya alam sebagai langkah strategis dalam meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri. Hilirisasi tidak hanya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, tetapi juga untuk mendorong kemandirian industri nasional, memperluas penciptaan lapangan kerja, serta memperkuat struktur ekonomi Indonesia agar lebih berdaya saing secara global.
Upaya tersebut terlihat nyata dalam kebijakan hilirisasi sektor pertambangan yang kini menjadi prioritas utama. Holding BUMN Industri Pertambangan, MIND ID, melalui anak usahanya seperti PT Vale Indonesia Tbk dan PT Aneka Tambang Tbk, sedang membangun fasilitas pengolahan nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) di Sorowako dan Morowali. Teknologi ini dirancang untuk mengolah bijih nikel laterit berkadar rendah, khususnya jenis limonit, menjadi bahan baku utama baterai kendaraan listrik, yaitu Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Corporate Secretary MIND ID, Pria Utama, menjelaskan bahwa penerapan HPAL menjadi bukti bahwa Indonesia mampu memanfaatkan teknologi canggih yang ramah lingkungan. HPAL memanfaatkan panas dan tekanan tinggi serta asam sulfat untuk mengekstraksi nikel dan kobalt. Keunggulan dari teknologi ini tidak hanya terletak pada kemampuannya mengolah bijih nikel yang sebelumnya belum dimaksimalkan, tetapi juga pada efisiensinya dalam penggunaan energi dan rendahnya emisi karbon yang dihasilkan.
Penerapan teknologi HPAL menjadi tonggak penting dalam penguatan rantai pasok industri nikel nasional yang efisien dan berkelanjutan. Selain mendukung pertumbuhan ekonomi hijau, produk hasil hilirisasi ini akan menjadi komponen krusial dalam akselerasi transisi energi dan elektrifikasi transportasi, sejalan dengan kebijakan energi bersih yang tengah digalakkan pemerintah.
Di sektor lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga secara aktif mendorong hilirisasi batubara. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, menekankan bahwa Indonesia memiliki cadangan batubara yang mencukupi hingga enam dekade mendatang. Dalam konteks ini, pemerintah terus memfasilitasi proyek-proyek pengolahan dan pemurnian batubara agar menghasilkan nilai tambah lebih tinggi, sekaligus mengurangi ketergantungan pada ekspor batubara mentah.
Sebagai bagian dari langkah tersebut, pemerintah telah membuka ruang bagi pengembangan teknologi seperti gasifikasi dan clean coal technology, serta mendukung inisiatif studi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). Pendekatan ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan dalam setiap tahapan pengembangan energi nasional.
Keberhasilan hilirisasi juga sangat ditentukan oleh kesiapan lahan dan kepastian hukum atas ruang yang akan digunakan. Dalam hal ini, peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjadi krusial. Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, menjelaskan bahwa tata kelola pertanahan dan perencanaan ruang yang matang merupakan fondasi utama dalam mendukung hilirisasi.
Kementerian ATR/BPN tidak hanya bertugas memastikan legalitas atas kepemilikan lahan, tetapi juga menjamin bahwa kawasan yang diperuntukkan bagi industri telah sesuai dengan rencana tata ruang nasional. Tanpa kepastian tersebut, investor akan menghadapi hambatan besar dalam merealisasikan proyek hilirisasi mereka. Penyediaan lahan yang clear and clean menjadi syarat mutlak agar proses pembangunan infrastruktur industri berjalan lancar dan berkelanjutan.
Sinergi antara kementerian teknis, BUMN, dan sektor swasta dalam proses hilirisasi menunjukkan bahwa pemerintah memiliki visi jangka panjang dalam membangun struktur industri nasional yang kuat. Pendekatan ini tidak dilakukan secara sporadis, tetapi berdasarkan perencanaan sistematis, dukungan regulasi yang progresif, serta pengawasan terhadap aspek lingkungan dan sosial.
Dengan pemanfaatan teknologi pengolahan seperti HPAL di sektor nikel, serta pengembangan energi bersih di sektor batubara, Indonesia semakin menunjukkan posisinya sebagai negara yang serius mengembangkan industri bernilai tambah tinggi. Pemerintah juga secara aktif membangun ekosistem pendukung, termasuk melalui penguatan kebijakan fiskal, pengembangan infrastruktur dasar, serta penyederhanaan proses perizinan untuk menarik investasi hilirisasi di berbagai wilayah.
Pemerintah menunjukkan komitmennya untuk menjadikan hilirisasi sebagai bagian dari agenda besar pembangunan ekonomi berkelanjutan. Melalui pendekatan yang terintegrasi dan berorientasi masa depan, Indonesia bukan hanya meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri, tetapi juga memperkuat fondasi menuju kemandirian industri dan ketahanan ekonomi nasional.
Selain itu, keberhasilan hilirisasi juga sangat bergantung pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan adaptif terhadap teknologi industri modern. Pemerintah terus mendorong peningkatan kualitas pendidikan vokasi dan pelatihan kerja, khususnya di wilayah yang menjadi pusat kegiatan industri hilir.
Kolaborasi antara dunia pendidikan, pelaku industri, dan pemerintah daerah menjadi strategi kunci agar tenaga kerja lokal mampu mengisi kebutuhan sektor hilirisasi yang terus berkembang.
Tak kalah penting, penguatan riset dan inovasi domestik juga menjadi pilar utama dalam mendukung keberlanjutan hilirisasi. Lembaga riset nasional dan perguruan tinggi didorong untuk aktif mengembangkan teknologi pengolahan yang sesuai dengan karakteristik sumber daya alam Indonesia. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya menjadi tempat ekstraksi bahan baku, tetapi juga pusat inovasi teknologi yang relevan dan aplikatif.
*) Analis Ekonomi Makro – Lembaga Riset Ekonomi Nusantara
[edRW]