Oleh: Cahyo Widjaya )*
Maraknya praktik judi daring (online) dalam beberapa bulan terakhir telah menjadi fenomena sosial yang patut diwaspadai. Fenomena ini tak lagi sebatas hiburan sesaat di dunia maya, tetapi telah menjerat banyak orang dari berbagai latar belakang, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, dalam lingkaran kemiskinan yang semakin sulit diputus.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tren meningkatnya aktivitas judi daring di Indonesia. Ia menyebut bahwa dalam tiga bulan terakhir, topik mengenai judi daring mendominasi berbagai kanal media, baik media sosial, media arus utama, maupun media digital lainnya. Menurutnya, apa yang tampak di permukaan ini hanyalah puncak dari gunung es permasalahan yang lebih dalam.
Aria menjelaskan bahwa sekitar 71 persen pelaku judi daring berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan di bawah lima juta rupiah per bulan. Ini berarti mayoritas pemain berasal dari kalangan dengan daya beli yang rendah, bahkan sebagian dari mereka tidak memiliki penghasilan tetap. Angka ini menjadi indikator kuat bahwa judi daring telah menjangkiti kelompok yang paling rentan secara ekonomi.
Lebih jauh, ia memaparkan bahwa dampak judi daring tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek moral dan struktur sosial masyarakat. Uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok seperti makan, pendidikan anak, dan biaya hidup lainnya justru dialihkan untuk kegiatan spekulatif yang tidak memiliki kepastian hasil. Akibatnya, stabilitas rumah tangga terganggu. Pertengkaran antara pasangan suami istri maupun antara orang tua dan anak pun tak terhindarkan.
Situasi ini, lanjut Aria, memperlihatkan bahwa judi daring berpotensi memperkuat kemiskinan struktural yang berkepanjangan. Anak-anak dari keluarga yang terdampak terancam kehilangan akses pendidikan yang layak karena orang tuanya menghabiskan penghasilan untuk berjudi. Dalam jangka panjang, generasi muda akan menjadi korban utama dari kebiasaan destruktif ini, menjadikan judi daring sebagai bom waktu sosial.
Melihat bahaya yang mengintai ini, Aria mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dan menyeluruh. Ia menilai bahwa perlu ada kebijakan nasional yang tidak hanya bersifat represif, tetapi juga preventif dan edukatif. Penindakan terhadap situs-situs judi daring penting, namun lebih penting lagi adalah membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya laten dari aktivitas tersebut.
Langkah pemberantasan judi daring sejatinya telah mendapat perhatian serius dari pemerintah. Salah satu institusi yang terlibat aktif adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam wawancara dengan RRI, Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, menyampaikan bahwa lembaganya terus memperkuat sinergi dengan berbagai institusi terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Natsir menuturkan bahwa PPATK kini memanfaatkan metode follow the money untuk melacak aliran dana hasil judi daring. Dengan pendekatan ini, penyidik dapat mengikuti jejak uang dari pelaku kejahatan, termasuk saat dana tersebut disamarkan dalam bentuk aset seperti rumah, kendaraan, atau bahkan mata uang kripto. Strategi ini memungkinkan penelusuran yang lebih dalam terhadap jaringan keuangan yang mendukung praktik ilegal tersebut.
Menurut Natsir, pelacakan transaksi dilakukan melalui analisis terhadap rekening dan pola transfer yang saling terhubung. Dengan kecanggihan sistem analitik, PPATK mampu menghasilkan simulasi yang mendeteksi dan memblokir transaksi mencurigakan. Termasuk dalam pemantauan adalah aset digital, dan penyedia layanan kripto kini wajib melaporkan transaksi yang mencurigakan sebagai upaya mencegah pencucian uang dari hasil judi daring.
Langkah-langkah tersebut mencerminkan keseriusan pemerintah dalam membangun ekosistem keuangan yang bersih. Namun, upaya ini perlu didukung oleh peran serta aktif masyarakat. Tanpa kesadaran kolektif, segala bentuk pengawasan dan penindakan hukum akan terbentur pada kreativitas pelaku dalam mencari celah hukum.
Masyarakat harus mulai memutus mata rantai kecanduan terhadap judi daring, dimulai dari lingkungan terkecil yakni keluarga. Peran orang tua, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pendidik sangat penting dalam membangun budaya anti-judi. Sosialisasi tentang bahaya judi daring harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan, dengan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik sosial budaya masing-masing daerah.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan alternatif hiburan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi yang nyata kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Ketika masyarakat memiliki aktivitas positif dan sumber penghasilan yang stabil, ketertarikan terhadap kegiatan spekulatif seperti judi daring akan menurun secara alami.
Pemberantasan judi daring bukan semata-mata tugas aparat atau pemerintah pusat. Ini adalah panggilan moral seluruh elemen bangsa. Jika kita membiarkan generasi muda tenggelam dalam ilusi kekayaan instan dari layar ponsel mereka, maka kita sedang menggali jurang sosial yang dalam bagi masa depan negeri ini.
Mewaspadai dan melawan judi daring bukan sekadar upaya hukum, melainkan bentuk nyata cinta terhadap keluarga, masyarakat, dan bangsa. Jangan biarkan masa depan anak-anak dirampas oleh ilusi menang yang berujung pada kekalahan total. Mari bersama-sama menjaga Indonesia dari bahaya judi daring, sebelum terlambat.
)* Peneliti Ekonomi Kerakyatan – Institut Ekonomi Nusantara