Jakarta – Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang saat ini tengah dibahas di DPR menjadi angin segar bagi upaya percepatan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. RUU Sisdiknas ini mendapat perhatian serius dari pemerintah sebagai bagian dari reformasi besar dalam dunia pendidikan nasional.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Prof. Atip Latipulhayat, menyatakan bahwa revisi UU ini merupakan langkah penting dalam memenuhi amanat konstitusi untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang terintegrasi. Selama ini, implementasi UU Sisdiknas cenderung terbatas hanya pada pendidikan dasar dan menengah. Sementara itu, pendidikan tinggi, guru dan dosen, serta pendidikan berbasis agama diatur melalui undang-undang yang berbeda.
“Terpencarnya regulasi pendidikan dalam berbagai UU itu menimbulkan fragmentasi. Karena itu, kita sepakati kodifikasi sebagai sistem pendidikan nasional. Kita akan kodifikasi semua UU pendidikan, paling tidak yang berkaitan langsung,” kata Atip.
Kodifikasi ini akan mencakup empat undang-undang utama, yakni UU 20/2003 tentang Sisdiknas, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU 18/2019 tentang Pesantren.
“Langkah ini akan menghilangkan tumpang tindih kebijakan dan menciptakan kerangka hukum yang lebih utuh dan harmonis dalam penyelenggaraan pendidikan nasional,” imbuhnya.
Dari sisi legislatif, Ketua Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Sisdiknas, Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa pembahasan RUU ini terus bergerak maju. Ia menilai revisi UU Sisdiknas bukan sekadar upaya teknis administratif, melainkan agenda strategis untuk memastikan bahwa sistem pendidikan nasional lebih inklusif, responsif, dan adaptif terhadap kebutuhan zaman.
“Revisi ini bukan sekadar teknis, tetapi menyangkut masa depan generasi Indonesia. Kita ingin memastikan setiap anak Indonesia, baik di sekolah negeri maupun swasta, di kota maupun pelosok mendapatkan hak pendidikan yang adil dan bermutu,” ujar Hetifah.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut menyoroti substansi RUU Sisdiknas, terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan negara untuk menggratiskan biaya pendidikan dasar. Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mendorong agar substansi putusan MK tersebut diakomodasi secara jelas dalam RUU Sisdiknas.
“Bila perlu ada pasal yang mengatur pembagian pembiayaan pendidikan oleh pemerintah pusat dan daerah, agar tidak menimbulkan tumpang tindih tanggung jawab dan bisa menjamin hak anak atas pendidikan gratis,” ucap Aris.
Revisi UU Sisdiknas melalui pendekatan kodifikasi ini diharapkan dapat menjadi titik tolak pembaruan menyeluruh sistem pendidikan Indonesia. Dengan payung hukum yang kuat, terpadu, dan progresif, pemerintah dan DPR berharap pendidikan nasional bisa menjadi lebih merata, berkualitas, dan mampu menjawab tantangan masa depan. [-red]