Oleh: Rivka Mayangsari*)
Langkah tegas yang diambil Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, menuai apresiasi luas dari berbagai kalangan. Keputusan ini bukan hanya bentuk penegakan hukum dan regulasi, namun sekaligus mempertegas komitmen negara dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dan pelestarian keanekaragaman hayati di salah satu kawasan paling bernilai di dunia.
Raja Ampat selama ini telah diakui sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia dan menjadi destinasi wisata internasional yang sangat strategis. Sejak ditetapkan sebagai Geopark Nasional pada tahun 2017 dan kemudian diakui sebagai UNESCO Global Geopark (UGG) pada 25 Mei 2023, kawasan ini menjadi simbol dari kekayaan alam Indonesia yang tidak tergantikan. Namun, ancaman dari aktivitas pertambangan, khususnya tambang nikel, telah menimbulkan kekhawatiran besar akan rusaknya ekosistem laut yang luar biasa tersebut.
Presiden Prabowo Subianto dengan tegas menginstruksikan pencabutan IUP terhadap empat perusahaan, yaitu PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Keputusan tersebut diumumkan secara resmi oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta. Prasetyo menegaskan bahwa keputusan ini diambil langsung oleh Presiden setelah melakukan rapat terbatas dengan jajaran kementerian terkait di Hambalang, Jawa Barat.
Keberanian pemerintah dalam mencabut izin tambang ini merupakan bukti nyata keberpihakan terhadap perlindungan lingkungan hidup, yang selama ini menjadi tuntutan masyarakat sipil dan komunitas lingkungan. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam pernyataannya menyebutkan bahwa proses pencabutan ini didahului oleh investigasi menyeluruh yang melibatkan koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Evaluasi dilakukan terhadap legalitas, dampak lingkungan, dan kelayakan izin yang telah dikeluarkan.
Apresiasi datang dari Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, yang menyebut langkah ini sebagai keputusan bersejarah dan fundamental dalam menjaga keberlanjutan ekosistem Raja Ampat. Menurutnya, Raja Ampat bukan hanya sekadar tujuan wisata, tetapi merupakan aset strategis Indonesia yang menyimpan keanekaragaman hayati luar biasa, dan karena itu harus diselamatkan dari ancaman kerusakan akibat industri ekstraktif. Ia menegaskan bahwa keputusan Presiden mencerminkan keseriusan negara dalam melindungi aset ekologis yang tak ternilai.
Eddy Soeparno juga menekankan bahwa keberlangsungan Raja Ampat tidak hanya menyangkut kepentingan nasional, tetapi juga reputasi Indonesia di mata dunia. Dalam konteks global yang semakin menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan dan komitmen terhadap perubahan iklim, langkah ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan. Ia menegaskan bahwa ini merupakan “pertaruhan besar” dan tidak boleh gagal. Menurutnya, pencabutan IUP adalah bentuk nyata dari tanggung jawab moral dan politik untuk menjaga masa depan generasi mendatang.
Selain empat perusahaan yang izinnya telah dicabut, pemerintah juga mengambil langkah untuk menghentikan sementara aktivitas PT Gag Nikel, yang merupakan anak usaha dari PT Antam Tbk. Meski perusahaan ini masih memegang izin produksi yang sah sejak 2017 dan memiliki dokumen Amdal, Menteri Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa operasional perusahaan akan dihentikan sementara hingga dilakukan verifikasi dan tinjauan ulang oleh tim independen. Keputusan ini muncul menyusul tekanan dari masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan fakta bahwa sebagian besar lokasi pertambangan PT Gag Nikel berada di pulau-pulau kecil yang rentan terhadap degradasi ekologis.
Greenpeace sebelumnya telah mengungkapkan bahwa tambang di lima pulau kecil di Raja Ampat telah merusak lebih dari 500 hektare hutan dan mengancam 75 persen terumbu karang terbaik dunia yang berada di kawasan tersebut. Dampak ekologis ini sangat besar dan berpotensi merusak struktur sosial-ekonomi masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari kelestarian alam. Tambang-tambang ini juga dianggap melanggar Undang-Undang tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang secara jelas melarang kegiatan ekstraktif di wilayah dengan kerentanan ekologis tinggi.
Lebih jauh, pencabutan IUP ini juga menjadi bagian dari implementasi kebijakan reformasi tata kelola lingkungan yang telah digagas sejak awal 2025, salah satunya melalui penerbitan Peraturan Presiden tentang Penertiban Kawasan Hutan. Aturan ini menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap kegiatan berbasis sumber daya alam yang berdampak besar terhadap ekosistem, termasuk pertambangan di wilayah sensitif.
Keputusan pemerintah mencabut izin tambang dan menghentikan aktivitas pertambangan di Raja Ampat tidak hanya berdampak langsung pada perlindungan lingkungan, tetapi juga memberikan sinyal kuat bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan kelestarian alam. Indonesia menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan bukan sekadar jargon, melainkan prinsip yang diterapkan secara konkret dalam pengambilan keputusan strategis.
Raja Ampat sebagai mahkota kekayaan hayati dunia layak mendapatkan perlindungan menyeluruh dari negara. Keberanian pemerintah dalam menghadapi tekanan dari industri dan kepentingan ekonomi jangka pendek patut diapresiasi. Dengan langkah ini, Indonesia menegaskan posisinya sebagai negara yang mengedepankan harmoni antara pembangunan dan pelestarian alam demi masa depan yang berkelanjutan.
*) Pemerhati Isu Lingkungan