Oleh: Fajar Dwi Santoso )*
Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di berbagai daerah di Indonesia, termasuk yang berlangsung di Kabupaten Pesawaran pada 24 Mei 2025 lalu, menandai bagaimana fase penting dalam perjalanan demokrasi lokal selama ini.
Momentum tersebut tidak hanya mencerminkan adanya pemenuhan hak konstitusional bagi seluruh warga di Tanah Air, tetapi juga sekaligus menjadi ajang pembuktian atas kematangan politik dan kebesaran hati yang dimiliki oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia dalam menjaga stabilitas sosial.
Proses yang berjalan damai dan tertib selama pelaksanaan PSU memang layak untuk diapresiasi, namun tantangan utama dalam mewujudkan seluruh hal tersebut justru hadir pasca pencoblosan: yakni berkaitan dengan bagaimana menjaga kondusivitas serta menghormati apapun dan bagaimanapun hasil akhir yang telah diumumkan secara resmi tanpa tergelincir dalam polarisasi.
Tokoh masyarakat Pesawaran sekaligus Ketua Harian Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL), Erlan Syofandi Gelar Suntan Penatih, memandang pelaksanaan PSU sebagai panggung kedewasaan dalam berpolitik. Ia menyoroti bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan pemungutan suara ulang menjadi perhatian luas, sehingga pelaksanaan di lapangan harus mencerminkan transparansi dan integritas yang tinggi. Dirinya mendorong keterlibatan aktif seluruh komponen masyarakat untuk menciptakan iklim yang damai serta menjunjung etika demokrasi.
Bagi Erlan, PSU tidak sekadar soal memilih pemimpin. Di dalamnya terkandung tanggung jawab kolektif untuk membuktikan bahwa warga Pesawaran mampu menjalankan demokrasi secara bermartabat.
Ia mengajak masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum diverifikasi, terutama yang beredar melalui media sosial. Informasi yang bias dan tidak jelas sumbernya bisa menjadi pemicu konflik horizontal jika tidak disikapi dengan bijak. Oleh karena itu, selektivitas dalam menyerap informasi merupakan benteng utama dalam meredam gesekan sosial.
Sebagai tokoh adat, Erlan menegaskan komitmen MPAL untuk menjadi penengah bila muncul potensi konflik di lapangan. Ia juga menggarisbawahi pentingnya partisipasi aktif pemilih sebagai indikator kualitas demokrasi.
Semakin tinggi tingkat partisipasi, maka semakin kuat legitimasi hasil pemilihan tersebut. Ia mendorong warga untuk menggunakan hak pilih secara bijaksana, memilih figur yang memiliki visi dan integritas demi kemajuan Bumi Andan Jejama. Tak kalah penting, ia mengingatkan para calon untuk menunaikan amanah ketika dipercaya memimpin, serta tetap membuka ruang dialog dengan masyarakat secara berkelanjutan.
Pesan senada disampaikan Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, yang memberikan apresiasi terhadap situasi aman selama proses PSU berlangsung. Ia melihat keterlibatan aktif masyarakat dan kerja sama antarinstansi sebagai faktor penentu kesuksesan pemilu ulang tersebut. Keberhasilan ini mencerminkan kedewasaan masyarakat dalam merespons dinamika politik. Dalam pandangannya, demokrasi yang sehat harus dilandasi oleh ketenangan, bukan reaktivitas emosional.
Helmy juga mengingatkan pentingnya menunggu hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tidak terpancing oleh informasi yang belum final. Ia menilai bahwa euforia berlebihan dari pihak pendukung calon dapat menimbulkan ketegangan sosial yang tidak perlu. Dirinya menegaskan bahwa kemenangan sejati dalam demokrasi adalah ketika masyarakat tetap bersatu dan tidak terpecah karena perbedaan pilihan politik.
Salah satu komitmen utama kepolisian dalam pelaksanaan PSU adalah menjaga netralitas. Hal tersebut menurut Kapolda adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Netralitas aparat menjadi fondasi kepercayaan publik terhadap seluruh tahapan pemilu. Jika terdapat sengketa atau perbedaan pendapat, penyelesaiannya harus ditempuh melalui jalur hukum yang telah tersedia, bukan dengan tindakan sepihak di ruang publik.
Secara nasional, Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menyampaikan bahwa pelaksanaan PSU di Kabupaten Pesawaran, Kota Palopo, dan Kabupaten Mahakam Ulu berjalan lancar dan menunjukkan tingkat partisipasi pemilih yang menggembirakan. Pelaksanaan di Pesawaran mencatat kehadiran 223.047 pemilih atau sekitar 63,76 persen, menunjukkan animo publik yang tinggi terhadap perbaikan proses demokrasi.
Menurutnya, keberhasilan pelaksanaan PSU merupakan buah dari sinergi antara penyelenggara, aparat keamanan, peserta pemilu, dan warga pemilih. Ia menegaskan bahwa seluruh TPS telah menyelesaikan proses pencoblosan dengan pengawasan ketat serta telah mengirimkan formulir C-hasil untuk selanjutnya direkapitulasi secara berjenjang. Proses tersebut menjadi bagian penting dalam menjaga akuntabilitas serta kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu.
KPU juga menyampaikan bahwa PSU merupakan bentuk konkret dari komitmen terhadap supremasi hukum dan integritas demokrasi. Dengan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi secara profesional, KPU berharap dapat memperkuat legitimasi dan kualitas hasil pemilihan. Situasi yang aman dan partisipatif di Pesawaran memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia mampu merespons dinamika politik dengan cara yang damai dan konstruktif.
Menghadapi fase pasca-PSU, seluruh elemen bangsa memiliki tanggung jawab moral untuk menahan diri, menjaga suasana tetap tenang, serta tidak menyebarkan narasi provokatif yang bisa mengganggu stabilitas. Upaya menjaga perdamaian bukan hanya tugas aparat keamanan, melainkan juga kewajiban bersama yang harus ditanamkan dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Sebarkan pesan damai. Hormati hasil pemungutan suara apa pun bentuknya. Demokrasi yang kuat bukan hanya tercermin dari kotak suara, tetapi juga dari bagaimana warga mampu menjunjung tinggi persatuan di atas segala perbedaan.
)* Pengamat Politik Nasional – Forum Politik Mandala Raya