Jakarta – Pemerintah terus mengambil langkah strategis untuk menjaga keberlangsungan sektor padat karya yang terdampak perlambatan ekonomi global.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa berbagai insentif telah disiapkan guna menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut.
“Ini sebuah upaya kita untuk melindungi industri padat karya,” ujar Yassierli.
Sejak awal 2025, pemerintah di bawah koordinasi Menko Perekonomian telah menyusun empat insentif utama.
Pertama, fasilitas tax allowance berdasarkan PMK 16/2020 yang memberikan pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari investasi pada aktiva tetap, termasuk tanah.
Fasilitas ini berlaku bagi perusahaan yang mempekerjakan minimal 300 tenaga kerja dan bergerak dalam 45 bidang industri padat karya.
Kedua, subsidi pembiayaan kredit investasi sebesar Rp20 triliun untuk revitalisasi mesin industri.
Insentif ini tersedia untuk pinjaman antara Rp500 juta hingga Rp10 miliar dengan suku bunga rendah dan tenor fleksibel 5–8 tahun.
Ketiga, insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) diberikan untuk pekerja di sektor tekstil, alas kaki, furnitur, dan kulit.
Insentif ini berlaku bagi pegawai dengan penghasilan bruto maksimal Rp10 juta per bulan, sepanjang tahun 2025.
Keempat, bantuan iuran sebesar 50% untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebagaimana diatur dalam PP 7/2025, khusus bagi perusahaan industri padat karya tertentu.
Deputi Kementerian PPN/Bappenas, Maliki, menyatakan bahwa Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) juga terus diperkuat.
Program ini memberikan uang tunai selama enam bulan, pelatihan kerja, dan akses informasi pasar kerja bagi pekerja korban PHK. Dana program ini ditanggung penuh oleh pemerintah.
“Langkah-langkah ini untuk memberikan kepastian perlindungan lebih luas bagi pekerja/buruh,” jelas Maliki.
Sementara itu, sektor otomotif yang juga padat karya mendapat perhatian melalui penundaan penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB dan BBNKB) di 25 provinsi.
Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Setia Diarta, mengatakan langkah ini penting untuk menjaga pertumbuhan industri yang sedang tertekan akibat daya beli menurun dan suku bunga tinggi.
“Penundaan ini diharapkan bisa menjaga daya saing sektor otomotif dan mencegah PHK,” ungkapnya.
Dengan kebijakan ini, pemerintah menegaskan komitmennya melindungi pekerja, mendorong iklim usaha tetap kondusif, dan menekan angka PHK nasional.*