Komitmen Investasi Bukti Program 3 Juta Rumah Kebijakan Strategis Presiden Prabowo

Oleh: Mala Santika )*

Pemerintah menunjukkan langkah nyata dalam menjawab persoalan krusial sektor perumahan nasional melalui program strategis pembangunan 3 juta rumah. Di tengah tantangan backlog perumahan yang terus membayangi generasi produktif Indonesia, kebijakan ini menjadi wujud keberpihakan negara terhadap kebutuhan dasar masyarakat. Namun lebih dari sekadar program penyediaan hunian, proyek ini juga berhasil membuka pintu bagi kepercayaan dan partisipasi investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Komitmen investasi yang berhasil diraih dalam kerangka program 3 juta rumah menjadi indikator kuat terhadap kredibilitas kebijakan Presiden Prabowo. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mengungkapkan bahwa nilai komitmen investasi dari pihak swasta untuk mendukung realisasi program ini mencapai angka fantastis, yakni sekitar US$5 miliar atau setara dengan Rp75 triliun. Angka ini bukan sekadar nominal besar, melainkan mencerminkan besarnya optimisme investor terhadap arah dan kepemimpinan pembangunan nasional saat ini.

Komitmen tersebut didapatkan melalui berbagai upaya diplomatik dan pendekatan strategis ke sejumlah negara mitra seperti Qatar dan Turki. Fakta ini menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak hanya mengandalkan kekuatan anggaran negara untuk membangun sektor perumahan, tetapi juga membuka ruang kolaborasi lintas batas demi mempercepat pembangunan nasional. Strategi diplomasi investasi yang dilakukan oleh jajaran pemerintah memperlihatkan bahwa Indonesia semakin mampu memosisikan diri sebagai destinasi investasi yang stabil, menjanjikan, dan berorientasi pada kebutuhan rakyat.

Meskipun nilai komitmen investasi telah dikantongi, realisasi di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan teknis. Ketersediaan lahan dan mekanisme perizinan menjadi dua faktor utama yang perlu segera diatasi agar dana investasi tersebut tidak sekadar menjadi janji di atas kertas. Fahri Hamzah menegaskan bahwa koordinasi antarkementerian dan lembaga harus diperkuat agar seluruh hambatan teknis dapat segera dilenyapkan. Dalam konteks ini, arahan dari Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembangunan Perumahan untuk melakukan sentralisasi perizinan harus menjadi prioritas. Sistem perizinan yang tersebar dan tidak efisien hanya akan memperlambat realisasi investasi serta menurunkan minat investor untuk menanamkan modal secara berkelanjutan.

Selain hambatan perizinan, tantangan anggaran juga menjadi perhatian utama. Menteri PKP, Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa pagu anggaran negara yang tersedia saat ini hanya mampu membiayai pembangunan kurang dari 270.000 unit rumah. Dengan kata lain, sebanyak 2,73 juta unit rumah sisanya harus dibiayai melalui sumber di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Realitas ini menunjukkan bahwa pendekatan inovatif dalam pembiayaan pembangunan menjadi keniscayaan. Maruarar secara terbuka menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan 2 juta unit rumah akan dibangun melalui dukungan penanam modal dalam negeri (PMDN), sementara 1 juta unit sisanya melalui investasi asing langsung atau Penanaman Modal Asing (PMA).

Langkah ini merupakan gambaran konkret strategi pembangunan berbasis kemitraan. Pemerintah tidak mengabaikan tanggung jawab konstitusionalnya, melainkan mengembangkan pola sinergi yang melibatkan sektor swasta dan pihak asing secara produktif dan terukur. Program 3 juta rumah tak hanya berdampak pada pemenuhan kebutuhan papan, tetapi juga berpotensi menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Setiap unit rumah yang dibangun memunculkan rantai nilai ekonomi yang panjang: dari industri bahan bangunan, penyerapan tenaga kerja, hingga peningkatan daya beli masyarakat.

Komitmen investasi Rp75 triliun ini juga menjadi bukti bahwa arah kebijakan Presiden Prabowo mampu membangun kepercayaan pasar. Dalam kondisi global yang dinamis, kepercayaan investor merupakan aset strategis yang tidak mudah didapat. Modal ini harus dijaga melalui tata kelola proyek yang transparan, efisien, dan bebas dari praktik-praktik koruptif. Pengawasan terhadap proses pelaksanaan proyek perlu diperkuat agar sejalan dengan prinsip good governance dan menjamin bahwa setiap rupiah investasi dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.

Program 3 juta rumah juga menjadi medium strategis untuk mewujudkan pemerataan pembangunan. Rumah tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga simbol akses terhadap kehidupan yang layak. Dengan menyebarnya pembangunan rumah ke berbagai wilayah, ketimpangan antardaerah dapat ditekan dan mobilitas sosial warga negara diperkuat. Program ini membuka harapan baru bagi jutaan keluarga Indonesia untuk memiliki tempat tinggal yang terjangkau, aman, dan manusiawi.

Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, program perumahan rakyat mengalami redefinisi yang progresif. Tidak hanya sekadar proyek pembangunan fisik, tetapi sebagai bagian dari transformasi sosial dan ekonomi nasional. Pemerintah menunjukkan keberanian untuk mengubah paradigma lama, dari pembangunan berbasis anggaran menjadi pembangunan berbasis sinergi dan kolaborasi. Hal ini menunjukkan bahwa visi Presiden Prabowo untuk membangun Indonesia yang lebih adil dan sejahtera diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan konkret yang berdampak luas.

Sebagai catatan penting, agar seluruh potensi dan komitmen tersebut dapat direalisasikan, diperlukan langkah cepat, sinergis, dan terpadu dari seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus berada dalam satu garis perjuangan untuk mewujudkan mimpi besar bangsa memiliki rumah yang layak. Komitmen investasi Rp75 triliun adalah modal awal yang menjanjikan, namun keberhasilannya sangat bergantung pada kerja kolektif dan konsistensi kebijakan di lapangan.

Dengan demikian, program 3 juta rumah bukan hanya proyek unggulan semata, tetapi menjadi simbol komitmen nyata pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

)* Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik