Oleh: Arman Panggabean
Upaya pemberantasan judi daring di Indonesia kini tidak lagi sekadar bersifat teknis atau sekadar memblokir akses digital. Pemerintah, bersama sejumlah lembaga keuangan dan regulator, menyadari bahwa penanganan masalah ini memerlukan strategi komprehensif yang melibatkan pendekatan edukatif serta kolaborasi lintas sektor yang berkelanjutan. Ancaman judi daring tak hanya membahayakan stabilitas finansial individu, tetapi juga berpotensi menggoyang kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menekankan bahwa pemberantasan judi daring tak bisa dilakukan secara terpisah oleh satu atau dua lembaga saja. Menurutnya, pendekatan yang terisolasi, seperti hanya mengandalkan pemblokiran rekening oleh OJK atau tindakan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), tidak akan efektif. Ia menilai bahwa penanganan yang optimal membutuhkan sinergi lintas kelembagaan yang solid dan kampanye edukatif yang masif kepada masyarakat.
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa selain tindakan represif seperti pemblokiran rekening, OJK juga telah berinisiatif menggandeng pemerintah daerah dan institusi perbankan untuk melakukan edukasi publik. Sosialisasi ini bertujuan untuk mencegah masyarakat tergiur terlibat dalam praktik judi daring yang merugikan, dengan memberikan pemahaman yang jelas mengenai risiko hukum, sosial, dan finansial dari aktivitas tersebut. Upaya edukatif ini diharapkan mampu menyentuh akar persoalan—yakni rendahnya literasi digital dan keuangan di sebagian masyarakat.
Di sisi teknis, OJK juga telah memulai komunikasi intensif dengan para direktur kepatuhan dari berbagai bank guna merumuskan strategi sistemik dalam mengidentifikasi dan memutus mata rantai aliran dana yang terkait dengan judi daring. Menurut Dian, salah satu tantangan dalam proses ini adalah menyempurnakan parameter untuk mendeteksi rekening yang berpotensi digunakan untuk aktivitas ilegal. Namun demikian, sektor perbankan tetap aktif melakukan pemantauan terhadap transaksi yang mencurigakan, termasuk melalui patroli siber dan analisis terhadap rekening dormant yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan.
Rekening nasabah, baik yang aktif maupun tidak aktif, bisa dikenai tindakan pemblokiran apabila terindikasi digunakan dalam aktivitas ilegal. Dian menjelaskan bahwa tindakan tersebut selaras dengan istilah “suspicious transaction” menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), atau “illegal activities” menurut terminologi OJK. Hal ini menunjukkan bahwa ada dasar hukum yang jelas dalam melakukan tindakan preventif terhadap penyalahgunaan sistem keuangan.
Lebih jauh, Dian juga menekankan bahwa di tengah upaya pemberantasan judi daring, pemerintah dan regulator tetap berkomitmen menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada celah atau loophole dalam sistem yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku judi daring untuk kembali beroperasi. Oleh karena itu, OJK terus mengevaluasi regulasi yang ada untuk memastikan bahwa setiap celah bisa ditutup dan sistem dapat bekerja secara optimal dalam mendeteksi serta menangkal aktivitas ilegal.
Langkah konkret juga telah diambil. Berdasarkan data dari Komdigi, OJK telah meminta pihak perbankan untuk memblokir sekitar 17.000 rekening yang terindikasi digunakan dalam aktivitas judi daring. Tak hanya berhenti pada pemblokiran, OJK juga meminta bank untuk mencocokkan rekening-rekening tersebut dengan data identitas kependudukan guna menelusuri potensi jaringan yang lebih luas. Proses ini dikenal sebagai enhanced due diligence, yang merupakan metode investigasi lanjutan terhadap nasabah dan transaksi keuangan mereka.
Langkah-langkah pengawasan ini sejalan dengan apa yang dilakukan PPATK. Lembaga ini bahkan telah menghentikan sementara 28.000 rekening dormant selama tahun 2024, berdasarkan data yang diperoleh dari institusi perbankan. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan bahwa tindakan ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurutnya, penghentian rekening tersebut merupakan bagian dari Gerakan Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang dijalankan bersama para pemangku kepentingan.
Pernyataan Ivan menegaskan bahwa persoalan judi daring tidak hanya terkait dengan pelanggaran hukum biasa, tetapi juga berkaitan erat dengan potensi pencucian uang dan pendanaan kejahatan lain. Oleh karena itu, respons yang dibangun harus bersifat holistik dan terintegrasi, bukan hanya sebatas penindakan di permukaan.
Salah satu aspek penting yang patut ditekankan dari seluruh rangkaian inisiatif ini adalah pentingnya membangun kesadaran publik secara berkelanjutan. Judi daring berkembang cepat karena memanfaatkan celah dalam perilaku masyarakat yang belum melek risiko digital. Dengan meningkatnya akses terhadap teknologi, masyarakat yang tidak dibekali literasi digital dan keuangan yang baik menjadi target empuk para bandar judi daring. Maka dari itu, edukasi publik menjadi senjata utama jangka panjang dalam upaya pencegahan.
Pemerintah dan lembaga keuangan harus konsisten memperluas kampanye anti-judi daring melalui berbagai platform, baik di sekolah, lingkungan kerja, maupun media sosial. Narasi edukatif yang menyentuh aspek psikologis, sosial, dan ekonomi perlu digalakkan untuk menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa judi bukan solusi, melainkan awal dari keruntuhan ekonomi individu dan keluarga.
Dengan pendekatan yang sinergis antara penindakan dan edukasi, serta dukungan regulasi yang adaptif, pemerintah menunjukkan komitmen yang jelas dalam menanggulangi bahaya laten judi daring. Tidak hanya dengan memblokir rekening atau membekukan transaksi, tetapi juga dengan membangun ketahanan masyarakat dari dalam. Upaya ini memang tidak instan, namun dengan keberlanjutan, hasilnya akan jauh lebih kokoh dalam menjaga integritas bangsa dari ancaman kejahatan digital.
*) Pengamat Kebijakan Sosial – Lembaga Sosial Madani Institute