Koordinasi Antar Instansi Jadi Kunci Penting Pencegahan Karhutla

Jakarta – Menghadapi musim kemarau yang diprediksi berlangsung dari Juni hingga Oktober 2025, pemerintah terus memperkuat sinergi lintas sektor untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat terus didorong untuk memperkuat sinergi dalam menanggulangi risiko kebakaran, khususnya di wilayah rawan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pencegahan karhutla bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan memerlukan partisipasi aktif sektor swasta. Untuk itu, Hanif menggandeng Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sebagai mitra strategis dalam mengawal praktik industri sawit yang berkelanjutan.

“Gapki berperan penting dalam memastikan pelaku industri sawit menerapkan standar operasional yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan serta menjadi corong dalam pengendalian karhutla,” ujar Hanif.

Ia menambahkan bahwa pemerintah akan mendorong seluruh perusahaan sawit untuk menjadi anggota Gapki, karena ke depan, keanggotaan ini akan menjadi salah satu syarat memperoleh sertifikat kinerja lingkungan (Proper).

Langkah ini juga disambut positif oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Gubernur Herman Deru mengungkapkan komitmennya untuk turut mendorong perusahaan sawit yang belum bergabung dengan Gapki agar segera bergabung.

“Saya akan ikut campur supaya perusahaan masuk Gapki, karena ini penting demi pengawasan bersama dan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan,” tegas Herman.

Wakil Ketua Umum II Gapki, Susanto, menyampaikan bahwa seluruh anggota Gapki telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi menghadapi musim kemarau tahun ini. Langkah tersebut antara lain meliputi pemetaan area rawan karhutla, penyediaan sumber air, pelatihan dan sertifikasi sumber daya manusia, serta kesiapan personel dan peralatan pemadam.

“Gapki tidak hanya fokus pada produktivitas, tapi juga berkomitmen terhadap prinsip sustainability, khususnya perlindungan lingkungan dan sosial di sekitar areal operasi,” ujar Susanto.

Selain itu, Gapki juga mendorong pendekatan berbasis lanskap dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga pemerintah dan kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA), untuk memperkuat sistem deteksi dini dan respons cepat di lapangan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) turut memberikan peringatan terkait potensi peningkatan suhu selama musim kemarau akibat efek lanjutan dari La Nina pada 2024. Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumsel, Wandayantolis, mengingatkan pemerintah daerah agar meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini terhadap risiko karhutla.

Sinergi antara instansi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi modal utama untuk menekan angka karhutla dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia, terutama di kawasan rawan.**