Oleh: Ratna Soemirat )*
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan, dan kehidupan masyarakat. Setiap tahun, ribuan hektare hutan dan lahan terbakar, menyebabkan kerusakan ekologis serta pencemaran udara yang mengganggu aktivitas dan kesehatan warga. Untuk mengantisipasi hal tersebut, berbagai langkah konkret telah diambil pemerintah dalam mencegah terjadinya karhutla, terutama di daerah rawan.
Upaya pencegahan dilakukan secara terpadu dan sistematis. Pemantauan titik panas (hotspot) terus dilakukan menggunakan teknologi satelit, sehingga potensi kebakaran dapat segera terdeteksi sebelum meluas. Informasi dari citra satelit digunakan untuk mengarahkan patroli darat agar pemadaman dini bisa dilakukan. Teknologi ini dimanfaatkan dengan optimal demi memastikan langkah antisipatif berjalan secara efisien dan tepat sasaran.
Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, menekankan bahwa penguatan deteksi dini adalah langkah penting yang patut diapresiasi dan sepenuhnya didukung. Pendekatan ini menunjukkan adanya pergeseran strategi dari sekadar penanganan darurat menuju upaya yang lebih proaktif dan berkelanjutan.
Kebakaran hutan dan lahan bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga berdampak luas terhadap kesehatan masyarakat, aktivitas ekonomi, hingga hubungan antarwilayah dan negara akibat asap lintas batas. Mengandalkan pemadaman saat api sudah menyebar luas terbukti jauh lebih mahal dan berisiko tinggi. Oleh karena itu, memperkuat deteksi dini menjadi kunci utama dalam mengurangi kemungkinan terjadinya karhutla dan mempercepat respons ketika potensi kebakaran mulai terdeteksi.
Langkah yang diambil Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah ini juga sejalan dengan semangat nasional dalam menjaga kelestarian hutan sebagai paru-paru dunia. Dengan sistem pemantauan berbasis teknologi seperti satelit, drone, hingga sensor cuaca, potensi kebakaran dapat dipetakan lebih awal dan direspons secara cepat di lapangan. Pendekatan ini bukan hanya efisien secara waktu dan biaya, tapi juga lebih ramah lingkungan karena mencegah kerusakan sejak dini.
Kepala Pelaksana BPBD Kalimantan Tengah, Ahmad Toyib, juga mengatakan mengenai pelaksanaan apel kesiapsiagaan pengendalian karhutla sebagai tindak lanjut dari apel nasional yang digelar BNPB merupakan langkah strategis yang patut diapresiasi. Kegiatan apel semacam ini bukan sekadar seremoni, tetapi bentuk konkret dari upaya menyatukan langkah seluruh unsur yang akan terlibat dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di daerah.
Sinergi antarinstansi di lapangan, mulai dari BPBD, TNI, Polri, Manggala Agni, petugas dinas kehutanan, hingga relawan dan masyarakat, sangat menentukan keberhasilan pengendalian karhutla. Apel ini menjadi ruang penting untuk menyamakan persepsi, memperjelas pembagian tugas, serta mengidentifikasi potensi kendala sebelum situasi darurat benar-benar terjadi. Langkah kesiapsiagaan seperti ini juga memperlihatkan bahwa Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah tidak menunggu krisis datang, melainkan mengantisipasi secara aktif sejak awal.
Masyarakat juga dilibatkan dalam upaya pencegahan. Edukasi mengenai bahaya membakar lahan dan hutan secara ilegal telah digencarkan di wilayah rentan karhutla. Kampanye dilakukan dengan pendekatan persuasif agar kesadaran meningkat dan kebiasaan membakar dihentikan. Dukungan terhadap masyarakat adat dan petani lokal juga diberikan, terutama dalam bentuk pelatihan teknik bercocok tanam tanpa membakar (zero burning). Insentif pun diarahkan untuk mendukung mereka yang menjalankan praktik ramah lingkungan.
Pendanaan dan sumber daya untuk antisipasi karhutla terus ditingkatkan. Dana siap pakai disiapkan agar pemadaman bisa dilakukan tanpa menunggu proses birokrasi yang panjang. Selain itu, peralatan pemadam seperti helikopter water bombing, drone pemantau, dan pompa air telah ditambah jumlahnya. Semua ini dilakukan agar penanganan bisa berlangsung cepat dan tidak menunggu api membesar.
Pemerintah Kabupaten Samosir terus menggencarkan sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) patut diapresiasi sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan. Dalam konteks meningkatnya risiko karhutla akibat musim kemarau, sebagaimana disampaikan oleh BMKG, pendekatan berbasis edukasi dan partisipasi masyarakat menjadi sangat relevan dan strategis.
Pemerintah daerah, melalui pernyataan Asisten Sekretariat Daerah Kabupaten Samosir, Tunggul Sinaga, telah menunjukkan komitmen untuk tidak menunggu bencana terjadi, tetapi bertindak proaktif dengan cara yang paling dasar namun krusial: membangun kesadaran masyarakat. Sosialisasi semacam ini bukan hanya bertujuan menyampaikan informasi teknis, tetapi juga menanamkan rasa tanggung jawab kolektif untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari.
Penting disadari bahwa sebagian besar kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebabkan oleh ulah manusia, baik disengaja maupun karena kelalaian. Maka, pencegahan tidak bisa hanya dilakukan melalui penindakan hukum atau pemadaman darurat. Sosialisasi yang terus-menerus, melibatkan tokoh masyarakat, pemuda, petani, hingga komunitas adat, akan menjadi kunci dalam mengubah pola pikir dan kebiasaan yang berpotensi menyebabkan karhutla.
Penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan juga telah diperketat. Sanksi tegas diberikan kepada individu maupun korporasi yang terbukti lalai atau sengaja membakar lahan. Pendekatan hukum ini diharapkan memberi efek jera, sekaligus memperkuat pesan bahwa perlindungan hutan adalah tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah tersebut mencerminkan keseriusan pemerintah dalam melindungi hutan Indonesia dari ancaman karhutla. Pencegahan dini tidak hanya bertujuan mencegah kerugian materiil dan ekologis, tetapi juga melindungi masyarakat dari dampak kesehatan dan sosial akibat kabut asap. Dengan kerja bersama antara pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait, Indonesia dapat terus melangkah menuju masa depan yang lebih hijau dan bebas dari bencana karhutla.
)*Ahli Tata Kelola Lingkungan – Pusat Kajian Hijau Nusantara