Oleh : Rivka Mayangsari*)
Upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan nasional terus mendapatkan dukungan luas dari masyarakat, khususnya dari desa-desa yang memiliki tradisi pertanian yang kuat dan mengakar. Dukungan ini tidak hanya tercermin dari peningkatan produksi dan partisipasi aktif petani, tetapi juga dari upaya menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang menjadi bagian penting dari pembangunan sektor pertanian secara menyeluruh.
Salah satu bentuk kearifan lokal yang mencerminkan sinergi antara budaya dan pertanian dapat ditemui di Desa Teras Baru, Tanjung Palas, Bulungan, Kalimantan Utara. Di desa ini, masyarakat secara konsisten menjaga tradisi syukuran habis panen sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil pertanian yang melimpah. Tradisi tersebut menjadi sarana memperkuat kebersamaan antarwarga sekaligus menjaga hubungan spiritual dengan alam dan Sang Pencipta.
Tradisi syukuran yang digelar secara khidmat ini melibatkan seluruh elemen masyarakat, mulai dari tokoh adat, tokoh agama, kepala desa, hingga pemuka masyarakat. Doa bersama yang dipanjatkan menjadi simbol harapan agar lahan pertanian tetap subur, panen berlimpah, dan masyarakat terhindar dari bencana. Kehadiran para pemangku kepentingan menunjukkan bahwa pelestarian budaya lokal selaras dengan upaya pemerintah dalam menciptakan ketahanan pangan nasional.
Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, secara aktif mengembangkan berbagai program unggulan guna meningkatkan produktivitas pertanian di daerah. Di Desa Teras Baru, indeks pertanaman (IP) yang baru mencapai satu kali panen per tahun menjadi perhatian serius. Upaya peningkatan IP tengah digalakkan melalui program optimalisasi lahan (Oplah), sistem pompanisasi, serta pencetakan sawah baru.
Selain itu, pemanfaatan alat dan mesin pertanian (alsintan) juga terus diperluas guna mempercepat proses olah tanah, penanaman, dan panen. Pemerintah telah mengalokasikan berbagai jenis alsintan, mulai dari traktor roda dua dan empat, transplanter, hingga combine harvester. Sementara itu, Perum Bulog turut mengambil peran penting dengan memberikan jaminan pembelian hasil panen petani, menciptakan kepastian pasar dan meningkatkan daya tawar petani.
Tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi, pemerintah juga mendorong penguatan kelembagaan ekonomi di tingkat desa melalui pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP). Koperasi ini menjadi motor penggerak ekonomi desa dengan mengintegrasikan hasil pertanian ke dalam sistem bisnis yang berkelanjutan. Melalui KDMP, petani tidak hanya menjual hasil panen, tetapi juga belajar mengelola usaha dan meningkatkan nilai tambah produk.
Upaya tersebut didukung penuh oleh masyarakat setempat. Pemerintah desa bersama masyarakat berkomitmen meningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 menjadi IP 200. Sinergi ini memperlihatkan adanya kesadaran kolektif bahwa pembangunan pertanian adalah tanggung jawab bersama, bukan semata tugas pemerintah pusat.
Keberhasilan program swasembada pangan nasional kini mulai menunjukkan dampak yang signifikan di tingkat makro. Salah satu indikator keberhasilan tersebut tercermin dari menurunnya penerimaan bea masuk atas impor komoditas pangan strategis seperti beras, jagung, dan gula pada April 2025. Kementerian Keuangan mencatat realisasi bea masuk hanya mencapai Rp15,4 triliun, atau 29,2 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penurunan sebesar 1,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya bukanlah sinyal negatif, melainkan bukti keberhasilan pemerintah dalam menekan ketergantungan pada impor pangan.
Ketahanan pasokan domestik menjadi faktor utama dari penurunan tersebut. Tidak adanya impor beras, jagung, dan gula selama periode tersebut menjadi pencapaian penting dalam sejarah pembangunan pangan nasional. Bahkan, jika ketiga komoditas itu dikecualikan dari perhitungan, penerimaan bea masuk justru mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,3 persen secara tahunan.
Stok cadangan beras pemerintah di Perum Bulog per akhir Mei 2025 mencapai 3,9 juta ton, mencerminkan ketahanan pangan yang semakin kokoh di tengah gejolak krisis pangan global. Angka ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas stok pangan melalui peningkatan produksi dalam negeri.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) turut memperkuat bukti keberhasilan ini. Produksi beras pada JanuariāJuni 2025 diperkirakan mencapai 18,76 juta ton, meningkat 11,17 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, luas panen jagung pipilan kering mengalami peningkatan hingga 1,42 juta hektare, dengan total produksi mencapai 10,91 juta ton, naik 12,88 persen dari tahun sebelumnya.
Kontribusi sektor pertanian juga terlihat dari penerimaan bea keluar yang melonjak tajam hingga 95,9 persen menjadi Rp11,3 triliun. Peningkatan ini didorong oleh tingginya harga ekspor crude palm oil (CPO), yang menegaskan bahwa sektor pertanian bukan hanya menjadi pilar ketahanan pangan, tetapi juga penyumbang penting terhadap pendapatan negara.
Dukungan masyarakat terhadap program swasembada pangan merupakan fondasi utama dari keberhasilan ini. Ketika budaya, teknologi, dan kebijakan pemerintah bergerak selaras, maka ketahanan pangan tidak lagi menjadi cita-cita, melainkan kenyataan yang terus diperkuat. Masyarakat desa, petani, pemerintah daerah, hingga kementerian teknis membentuk ekosistem pertanian yang tangguh, produktif, dan berkelanjutan.
Dengan semangat gotong royong dan pelibatan aktif seluruh elemen bangsa, program swasembada pangan tidak hanya menjadi strategi ketahanan nasional, tetapi juga jalan untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
*) Pemerhati Ekonomi