Perlindungan Pekerja Migran Jadi Prioritas Diplomasi Luar Negeri

Oleh: Rezqy Cahyadi )*

Perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia bukan sekadar kewajiban moral, melainkan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi diplomasi luar negeri Indonesia di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Komitmen ini tercermin kuat dalam sikap dan kebijakan yang dijalankan oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI), yang terus memperkuat sistem pelindungan menyeluruh bagi warga negara Indonesia, khususnya mereka yang bekerja di luar negeri.

Menteri Luar Negeri, Sugiono, menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab penuh untuk hadir di setiap langkah kehidupan warganya, di mana pun mereka berada. Prinsip ini dijadikan sebagai fondasi utama dalam membangun arah diplomasi yang tidak hanya menitikberatkan pada hubungan politik dan ekonomi antarnegara, tetapi juga menjamin keamanan dan hak-hak dasar para pekerja migran. Bagi pemerintah, misi melindungi WNI di luar negeri, termasuk pekerja migran, merupakan amanat prioritas dari Asta Cita, yakni visi besar Presiden Prabowo dalam mewujudkan kedaulatan, kemakmuran, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pendekatan yang dijalankan pemerintah tidak hanya bersifat reaktif terhadap kasus-kasus yang muncul, melainkan telah bergeser menuju pola perlindungan yang antisipatif. Hal ini tampak dari inisiatif diplomatik yang mulai diarahkan untuk menangani potensi ancaman terhadap WNI, seperti kejahatan transnasional termasuk penipuan daring yang belakangan meningkat. Pemerintah menilai bahwa perlindungan tidak cukup dilakukan melalui intervensi setelah kejadian terjadi, tetapi harus dibangun sejak awal dengan sistem pencegahan dan mitigasi risiko yang efektif.

Dalam banyak kesempatan, pemerintah juga tidak lupa memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pekerja migran Indonesia yang telah berjasa besar menyokong ekonomi keluarga dan nasional. Meski menghadapi beragam tantangan di negeri orang, para pekerja migran tetap menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Pemerintah menyadari betul peran krusial mereka dan menjadikannya sebagai dasar untuk memperkuat berbagai instrumen perlindungan. Pendekatan diplomatik kini mencakup pula penguatan peran diaspora yang berjumlah lebih dari 8 juta jiwa, yang dianggap sebagai aset strategis bangsa.

Sikap Presiden Prabowo terhadap isu ini sangat tegas. Dalam forum internasional seperti KTT ASEAN-GCC, Presiden secara terbuka mengangkat isu perlindungan pekerja migran ASEAN di negara-negara Teluk. Pemerintah Indonesia menyuarakan perlunya keadilan dalam upah, jaminan kondisi kerja yang aman dan layak, serta peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan dan sertifikasi. Ini mencerminkan keberanian diplomatik yang dilandasi keberpihakan kepada rakyat, khususnya yang berada dalam posisi rentan di negara lain.

Dalam kerangka kebijakan nasional, perlindungan terhadap pekerja migran tidak hanya ditangani oleh Kementerian Luar Negeri semata. KemenP2MI sebagai lembaga yang secara khusus menangani pekerja migran, menunjukkan keseriusan yang sama. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah menjalin kemitraan dengan Palang Merah Indonesia (PMI). Kolaborasi ini bukan semata simbolik, melainkan dirancang untuk menjawab berbagai kebutuhan riil di lapangan. PMI, dengan pengalaman panjang di bidang kemanusiaan dan jaringan internasional yang luas, menjadi mitra strategis dalam memperluas jangkauan perlindungan, terutama di negara-negara yang belum memiliki perwakilan diplomatik Indonesia.

Menteri P2MI Abdul Kadir Karding memandang kerja sama ini sebagai terobosan penting. Bagi pemerintah, tidak semua kondisi di luar negeri memungkinkan perlindungan negara dijalankan secara langsung. Terutama di wilayah-wilayah dengan keterbatasan infrastruktur diplomatik, peran lembaga kemanusiaan seperti PMI sangat diperlukan. Misalnya, di kawasan Afrika, banyak pekerja migran Indonesia yang belum tersentuh oleh sistem perlindungan formal. Dalam situasi seperti itu, PMI dapat bertindak cepat sebagai garda terdepan, memberikan bantuan darurat maupun layanan psikososial yang dibutuhkan.

Langkah kolaboratif ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran memang memerlukan pendekatan lintas sektor. Pemerintah tidak bekerja sendiri, melainkan merangkul mitra-mitra potensial demi tercapainya sistem perlindungan yang komprehensif. Dengan jaringan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah internasional yang dimiliki PMI, bantuan terhadap pekerja migran dapat segera diakses, kapan pun dan di mana pun mereka membutuhkan. Pemerintah memandang ini sebagai bagian dari reformasi perlindungan yang tidak hanya berbasis birokrasi, tetapi juga solidaritas kemanusiaan.

Melalui berbagai kebijakan dan aksi nyata tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran bukan sekadar wacana dalam diplomasi, melainkan telah menjadi prioritas yang diwujudkan dalam program-program konkret. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap nasib para pekerja migran sebagai bagian dari warga negara yang layak mendapatkan hak dan perlindungan penuh dari negara.

Diplomasi Indonesia kini semakin berorientasi pada perlindungan warga negara, menjadikannya salah satu pilar utama dalam kebijakan luar negeri. Ini mencerminkan semangat baru dalam hubungan internasional, di mana kepentingan rakyat menjadi titik pangkal setiap langkah diplomatik. Dengan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif, perlindungan pekerja migran diharapkan tidak hanya menjadi prioritas di atas kertas, tetapi benar-benar hadir dalam kehidupan nyata jutaan warga Indonesia yang berjuang di luar negeri demi masa depan yang lebih baik.

)* Pengamat Hubungan Internasional