Oleh : Andi Mahesa )*
Dalam dinamika global yang terus berkembang, tantangan keamanan lintas negara menjadi semakin kompleks. Kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, penipuan siber, dan pencucian uang tidak hanya merusak tatanan hukum internasional, tetapi juga mengancam keselamatan individu dan stabilitas sosial-ekonomi negara. Menyadari urgensi ini, Indonesia dan Kamboja menunjukkan komitmen kuat untuk memerangi kejahatan lintas batas melalui penguatan kerja sama bilateral yang konkret dan berkelanjutan.
Baru-baru ini, para delegasi Indonesia telah bertemu secara terpisah dengan sejumlah lembaga penegak hukum utama seperti Kepolisian Nasional Kamboja (CNP), Komite Nasional untuk Pemberantasan Perdagangan Orang (NCCT), dan Otoritas Nasional untuk Pemberantasan Narkoba (NACD), guna membahas berbagai isu strategis mulai dari penanggulangan kejahatan dunia maya, pelanggaran teknologi, perdagangan manusia, penyalahgunaan narkotika, hingga pencucian uang. Kunjungan ini bukan sekadar bentuk diplomasi formal, tetapi langkah nyata untuk memperkuat sinergi dua negara dalam menghadapi tantangan bersama.
Komitmen ini diperkuat melalui implementasi konkret dari Nota Kesepahaman (MoU) tentang Pemberantasan Kejahatan Transnasional yang ditandatangani oleh Indonesia-Kamboja pada 2023. Duta Besar RI untuk Kamboja, Dr. Santo Darmosumarto, menekankan pentingnya pelaksanaan nyata dari kesepahaman tersebut. Menurutnya, peningkatan jumlah WNI yang tinggal dan bekerja di Kamboja, terutama di sektor digital dan layanan daring, menambah kompleksitas tantangan. Mereka berisiko menjadi korban perdagangan manusia, eksploitasi tenaga kerja, dan penyalahgunaan narkoba.
Perlindungan terhadap WNI harus menjadi prioritas bersama. Inisiatif seperti penguatan koordinasi antarlembaga penegak hukum, kampanye kesadaran publik, serta kerja sama internasional dalam deteksi dan penanggulangan kejahatan transnasional perlu dikedepankan. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk menghukum pelaku, tetapi juga melindungi individu dari potensi eksploitasi dan keterlibatan dalam jaringan kriminal.
Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menyampaikan bahwa Indonesia dan Kamboja telah sepakat untuk memperkuat kerja sama dalam penanganan jaringan penipuan daring (online scamming), yang menjadi salah satu bentuk kejahatan modern paling meresahkan. Kerja sama antarinstansi penegak hukum akan terus diperkuat, baik dalam kerangka bilateral maupun regional seperti ASEAN. Aksi ini tidak hanya merugikan korban dari segi finansial, tetapi juga dapat menghancurkan kehidupan pribadi dan reputasi sosial. Oleh karena itu, kolaborasi lintas batas sangat dibutuhkan, termasuk dalam pertukaran informasi, pengembangan kapasitas personel, dan pelacakan lintas negara terhadap jaringan pelaku.
Sugiono juga menyoroti pentingnya konektivitas antara masyarakat Indonesia dan Kamboja, termasuk melalui jalur penerbangan langsung yang akan dibuka oleh AirAsia Cambodia dari Phnom Penh ke Denpasar. Menurutnya, peningkatan konektivitas ini tidak hanya memperkuat hubungan pariwisata, tetapi juga membuka ruang pertukaran budaya dan pemahaman antarmasyarakat yang dapat mendukung kerja sama keamanan yang lebih erat.
Hubungan historis antara Indonesia dan Kamboja telah terjalin sejak lama, di mana Indonesia memiliki peran strategis dalam proses rekonsiliasi nasional Kamboja pascakonflik. Kedekatan sejarah ini menjadi fondasi kokoh untuk kerja sama strategis di berbagai bidang, termasuk dalam penanggulangan kejahatan lintas negara. Intensitas kunjungan tingkat tinggi kedua negara menunjukkan eratnya hubungan diplomatik dan kesamaan visi dalam menciptakan kawasan Asia Tenggara yang aman dan damai.
Menlu Sugiono menegaskan bahwa tujuan strategis diplomasi Indonesia adalah memainkan peran sentral dalam menjembatani perdamaian dunia dan memperkuat kerja sama internasional. Hal ini tercermin dari keterlibatan aktif Indonesia dalam isu-isu global seperti ketahanan pangan, transformasi digital, dan keamanan kawasan. Dalam konteks kerja sama dengan Kamboja, hal ini diwujudkan dalam sinergi untuk menghadapi ancaman bersama, seperti perdagangan manusia dan narkotika.
Komitmen bilateral juga terlihat dari langkah Kementerian Imigrasi Indonesia yang menjalin kesepakatan dengan otoritas Imigrasi Kerajaan Kamboja dalam mencegah perdagangan orang. Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, menyatakan bahwa pihaknya melihat urgensi penempatan atase imigrasi di Kamboja untuk memperkuat koordinasi dan pertukaran informasi. Kehadiran atase ini diharapkan mampu mendeteksi dan menangani kasus-kasus WNI yang berpotensi terlibat atau menjadi korban kejahatan lintas negara secara lebih cepat dan efektif.
Kerja sama bidang imigrasi ini menjadi langkah penting dalam membangun sistem deteksi dini terhadap pola-pola perekrutan ilegal, pergerakan mencurigakan, hingga pemalsuan dokumen. Langkah preventif yang terstruktur dan terkoordinasi akan sangat menentukan keberhasilan perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri.
Secara keseluruhan, kerja sama Indonesia dan Kamboja dalam memerangi kejahatan transnasional mencerminkan semangat solidaritas ASEAN yang menempatkan keamanan manusia sebagai prioritas utama. Upaya ini sejalan dengan pendekatan diplomasi Indonesia yang inklusif dan berorientasi pada kemaslahatan bersama.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan arah kebijakan yang tegas dan progresif dalam menghadapi kejahatan transnasional, baik melalui pendekatan bilateral maupun kerja sama regional. Namun demikian, keberhasilan dari upaya ini juga membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Literasi digital, kesadaran hukum, serta pelaporan yang cepat dan akurat terhadap potensi tindak kejahatan adalah bagian penting dari pencegahan.
)* Penulis merupakan mahasiswa IISIP Jakarta.