Oleh: Bara Winatha*)
Pemerintah kembali menggulirkan kebijakan strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional melalui peluncuran enam paket stimulus ekonomi. Salah satu komponen utama dalam kebijakan tersebut yakni pemberian diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan rumah tangga tertentu. Kebijakan ini diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian domestik, terutama melalui peningkatan konsumsi masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa program diskon tarif listrik merupakan bagian integral dari enam paket stimulus ekonomi yang akan diberlakukan mulai Juni 2025. Enam paket tersebut difokuskan pada konsumsi domestik, dengan cakupan sektor transportasi, energi, dan bantuan sosial. Airlangga menjelaskan bahwa stimulus berupa diskon tarif listrik kali ini diperuntukkan khusus bagi pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 1.300 VA, berbeda dari program serupa sebelumnya yang mencakup pelanggan hingga daya 2.200 VA.
Diskon tarif listrik 50% ini ditargetkan untuk menjangkau sekitar 79,3 juta rumah tangga, terutama pelanggan dengan daya listrik 450 VA dan 900 VA. Program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat selama periode libur sekolah pada Juni dan Juli 2025. Pemerintah melihat bahwa pada kuartal II tahun ini tidak terdapat momentum besar seperti Lebaran, sehingga dibutuhkan intervensi khusus untuk menjaga arus konsumsi rumah tangga.
Diskon listrik bukan satu-satunya bentuk insentif dalam paket kebijakan ini. Pemerintah juga akan memberikan potongan tarif tol kepada sekitar 110 juta pengendara, serta diskon tiket angkutan umum seperti kereta api, pesawat, dan kapal laut selama masa libur sekolah. Selain itu, alokasi bantuan sosial berupa kartu sembako dan bantuan pangan akan ditingkatkan untuk 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta serta guru honorer juga akan menerima Bantuan Subsidi Upah (BSU). Pemerintah bahkan memperpanjang program diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja di sektor padat karya.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan bahwa keenam paket kebijakan ini dirancang untuk mengompensasi tidak adanya momentum konsumsi besar di pertengahan tahun. Ia menambahkan bahwa Ramadan dan Lebaran telah bergeser ke kuartal pertama, sehingga yang tersisa untuk mendorong konsumsi adalah libur sekolah dan gaji ke-13 yang umumnya diterima oleh ASN dan pekerja formal pada pertengahan tahun. Maka karena itu, intervensi fiskal dalam bentuk insentif konsumsi menjadi sangat penting untuk menopang pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dan III 2025.
Daya beli masyarakat masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 54,53% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I 2025, yang tercatat sebesar 4,87%. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi kuartal berikutnya bisa kembali menembus angka 5% dengan adanya kebijakan ini. Karena itu, pendekatan yang berfokus pada peningkatan konsumsi domestik dinilai sebagai strategi yang tepat di tengah tekanan ekonomi global.
Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa program diskon listrik tersebut cukup efektif dalam menjaga daya beli masyarakat, khususnya di segmen pelanggan rumah tangga kecil. Ia menyebut bahwa saat itu program ini menjangkau sekitar 81,4 juta pelanggan PLN atau sekitar 97% dari total pelanggan rumah tangga. Untuk pelanggan prabayar, penyesuaian dilakukan secara otomatis dalam bentuk pengurangan harga token listrik.
Sebagai contoh, jika sebelumnya dengan Rp 100.000 pelanggan mendapat sejumlah kilowatt-hour (kWh) tertentu, maka dengan diskon tersebut pelanggan cukup membayar Rp 50.000 untuk mendapatkan jumlah kWh yang sama. Sementara bagi pelanggan pascabayar, potongan harga langsung tercermin dalam tagihan bulanan. PLN juga telah menyiapkan infrastruktur layanan pelanggan seperti nomor WhatsApp untuk menjawab pertanyaan seputar kebijakan ini.
Pengurangan cakupan pelanggan penerima diskon listrik pada periode JuniāJuli ini dilakukan dengan pertimbangan efisiensi anggaran dan ketepatan sasaran. Jika sebelumnya pelanggan hingga daya 2.200 VA menerima manfaat, kali ini pemerintah hanya menyasar pelanggan 450 VA dan 900 VA yang tergolong kelompok rentan. Meski demikian, total jumlah pelanggan yang akan merasakan manfaat dari diskon ini tetap signifikan. Kebijakan ini diyakini akan meningkatkan permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil dan menengah (UKM).
Peluncuran enam paket kebijakan ini merupakan bentuk respons adaptif pemerintah terhadap dinamika perekonomian global. Dalam situasi di mana ekspor dan investasi masih menghadapi tekanan, memperkuat pasar domestik menjadi pilihan logis. Pemerintah melalui kementerian terkait, menunjukkan komitmen kuat untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. Dengan mengalihkan fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat bawah, pemerintah telah menciptakan ruang bagi pertumbuhan yang lebih inklusif.
Dengan pemberlakuan kebijakan ini, diharapkan semua pihak terkait, termasuk Kementerian/Lembaga dan PLN, dapat menyelesaikan persiapan teknis dan regulasi tepat waktu. Sinkronisasi antar instansi sangat penting untuk memastikan kelancaran pelaksanaan di lapangan. Melalui kebijakan ini, dengan menjaga daya beli masyarakat bukan sekadar retorika, tetapi menjadi prioritas utama dalam kebijakan ekonomi nasional.
*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.
[edRW]