Oleh Andri Mulya Utama )*
Pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri China Li Qiang di Istana Merdeka menandai babak baru dalam penguatan hubungan strategis antara Indonesia dan China. Dalam pertemuan tersebut, sejumlah program unggulan Presiden Prabowo menjadi sorotan utama, antara lain program Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada energi, serta pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall) di wilayah pesisir utara Jawa. Komitmen kedua negara untuk memperluas kerja sama di sektor industri, energi, dan infrastruktur bukan hanya menjadi angin segar bagi perekonomian nasional, tetapi juga merupakan langkah konkret menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan Indonesia membuka peluang sebesar-besarnya bagi investasi China untuk mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN). Keinginan Presiden Prabowo untuk melibatkan China dalam pengembangan program-program unggulan menunjukkan pendekatan pragmatis dalam membangun kekuatan ekonomi nasional melalui kemitraan internasional yang saling menguntungkan. Salah satu fokus utamanya adalah pada swasembada energi, yang menjadi syarat mutlak untuk memastikan ketahanan nasional dan mendukung industrialisasi energi yang berkelanjutan.
Langkah konkret menuju swasembada energi juga tidak terlepas dari minat besar China terhadap sektor energi Indonesia. Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu, menyebutkan bahwa sektor energi termasuk dalam tiga bidang utama yang diminati investor China, di samping hilirisasi dan manufaktur. China tidak hanya memiliki sumber daya dan pengalaman dalam pengelolaan energi berskala besar, tetapi juga telah bergerak cepat dalam transisi menuju energi hijau. Hal ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk mengakselerasi agenda transisi energi.
Kolaborasi dengan China membuka ruang untuk pengembangan energi baru dan terbarukan, seperti tenaga surya, tenaga angin, dan bioenergi, serta meningkatkan efisiensi energi di sektor industri. Pengalaman China dalam membangun infrastruktur energi bersih dan sistem transportasi berbasis listrik juga dapat dijadikan model kerja sama yang relevan untuk diterapkan di Indonesia. Jika dirancang dan diimplementasikan secara tepat, kerja sama ini dapat memperkuat fondasi kemandirian energi nasional sekaligus berkontribusi terhadap pencapaian target emisi nol bersih (net zero emission) yang telah dicanangkan pemerintah.
Selain sektor energi, hilirisasi juga menjadi pilar utama dalam arah pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Investasi China dalam industri pengolahan, khususnya nikel dan logam tanah jarang, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan sektor industri nasional. Keberhasilan di sektor nikel dapat menjadi model untuk mendorong hilirisasi komoditas lainnya seperti bauksit, tembaga, dan timah.
Langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo untuk membangun fondasi ekonomi berbasis nilai tambah dalam negeri. Hilirisasi tidak hanya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai ekspor, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global. Dalam jangka panjang, kerja sama Indonesia-China dalam hilirisasi industri dapat mendukung transformasi struktural ekonomi Indonesia menuju negara industri maju yang berdaya saing tinggi.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Puan Maharani pun menyampaikan dukungan terhadap penguatan hubungan ekonomi Indonesia-China, termasuk di sektor infrastruktur, manufaktur, dan transisi energi. Menurutnya, China merupakan mitra utama perdagangan dan investasi yang harus terus dijaga serta dikembangkan. Seruan Puan untuk menjadikan investasi China di sektor energi berkelanjutan sebagai model kerja sama internasional yang menginspirasi transisi energi global adalah sebuah refleksi dari pentingnya posisi Indonesia dalam percaturan geopolitik energi dunia. Sebagai negara dengan potensi energi terbarukan yang sangat besar, Indonesia memiliki peluang menjadi pemimpin regional dalam pengembangan energi bersih, dengan dukungan teknologi dan pendanaan dari mitra strategis seperti China.
Pertemuan Prabowo–Li Qiang juga memperlihatkan kejelian diplomasi ekonomi Indonesia dalam memanfaatkan momentum kerja sama global untuk kepentingan nasional. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, kemampuan untuk menjalin aliansi strategis berbasis kepentingan bersama adalah kunci untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan pembangunan nasional. Indonesia dan China telah membuktikan bahwa kerja sama ekonomi dapat terus tumbuh, bahkan di tengah tantangan geopolitik dan tekanan ekonomi global.
Melalui sinergi antara visi Presiden Prabowo dan komitmen investasi China, Indonesia memiliki peluang besar untuk melangkah lebih cepat dalam jalur industrialisasi dan transformasi energi. Kemitraan ini harus dijaga dengan prinsip transparansi, keberlanjutan, dan manfaat bersama. Keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk parlemen, sektor swasta, dan masyarakat sipil, menjadi elemen penting agar kerja sama strategis ini memberikan dampak nyata dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan arah kebijakan yang jelas dan mitra strategis yang solid, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk membangun masa depan ekonomi yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan. Pertemuan Presiden Prabowo dan PM Li Qiang bukan sekadar pertemuan diplomatik, tetapi simbol komitmen untuk menghadirkan perubahan besar dalam pembangunan bangsa melalui kerja sama global yang saling menguatkan.
)* Penulis merupakan pengamat kebijakan energi