RI Terdepan Cegah Karhutla di Tengah Krisis Global

Jakarta – Indonesia kembali menunjukkan kepemimpinannya dalam pengendalian perubahan iklim global. Di tengah kekhawatiran atas meningkatnya kebakaran hutan tropis dunia, Pemerintah Indonesia justru mencatatkan capaian positif dalam menurunkan laju kehilangan hutan primer. Di tingkat daerah, langkah antisipatif terus dilakukan, salah satunya oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat yang kini menetapkan lebih dari 300 titik rawan karhutla untuk dipantau secara intensif.

“Kami telah memetakan wilayah rawan dan titik-titik tersebut tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Kalbar. Selama musim panas ini, petugas kami rutin melakukan patroli sebagai bentuk pencegahan,” kata Ketua Satgas Informasi BPBD Kalbar, Daniel.

Langkah ini menjadi bagian dari respons nasional terhadap tren global yang mengkhawatirkan. Laporan analisis satelit terbaru mengungkap bahwa pada tahun 2024, hutan primer dunia mengalami kehilangan seluas 67.000 kilometer persegi—setara 18 lapangan sepak bola setiap menit. Kebakaran menjadi penyebab dominan, melampaui alih fungsi lahan untuk pertanian.

Profesor Matthew Hansen dari University of Maryland bahkan menyebut potensi “savannisasi” hutan hujan kini makin nyata.

“Gagasan tentang titik kritis semakin masuk akal,” ujarnya seraya menyoroti dampak lanjutan berupa pelepasan karbon dalam jumlah besar.

Namun Indonesia tampil berbeda. Data dari World Resources Institute (WRI) menunjukkan kehilangan hutan primer di Indonesia turun 11% dibanding tahun sebelumnya, meskipun dilanda kekeringan. Elizabeth Goldman dari Global Forest Watch menyebut Indonesia sebagai “titik terang dalam data 2024”.

Capaian ini diperkuat melalui kolaborasi pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Program larangan pembakaran hutan, patroli rutin, serta inisiatif seperti Desa Bebas Api terus digencarkan.

Langkah Indonesia juga menjadi sorotan menjelang KTT Iklim PBB COP30 yang akan digelar di Amazon. Rod Taylor dari WRI menyebut bahwa negara seperti Indonesia layak mendapatkan dukungan melalui skema imbal jasa lingkungan.

“Kita harus ubah logika ekonomi global. Saat ini, menebang hutan lebih menguntungkan daripada menjaga. Itu yang harus kita balik,” ujarnya.

Dengan kesiapsiagaan seperti di Kalbar dan keberhasilan menurunkan deforestasi, Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas lingkungan domestik, tapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masa depan planet ini.