Komitmen Pemerintah Kian Kuat Menuju Kemandirian Energi

Oleh: Aldi Syahreza )*

Langkah Indonesia menuju kemandirian energi semakin mendapat penegasan kuat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah tidak hanya menyusun rencana strategis jangka panjang, tetapi juga menunjukkan tekad politik yang tinggi untuk mempercepat transisi energi. Fokus utama diarahkan pada pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) yang dinilai sebagai kunci bagi kedaulatan energi nasional.

Dalam berbagai forum strategis, Presiden menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya membatasi impor energi serta mendorong percepatan pengembangan sektor energi terbarukan. Ia memandang bahwa Indonesia tidak akan mampu bersaing di tengah perubahan dunia jika tetap terjebak dalam pola kerja yang lamban dan birokrasi yang kompleks. Oleh karena itu, pemerintah mendorong penyederhanaan regulasi, terutama yang terkait dengan sektor minyak dan gas. Langkah ini dilakukan demi menciptakan iklim investasi yang sehat dan kompetitif, baik bagi pelaku usaha dalam negeri maupun mitra internasional.

Komitmen pemerintah terhadap energi terbarukan tidak hanya tertuang dalam wacana. Data dari Institute for Essential Services Reform (IESR) mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki potensi investasi proyek energi terbarukan hingga 333 gigawatt (GW), yang tersebar di lebih dari 1.500 lokasi. Potensi ini meliputi pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) daratan sebesar 167 GW, tenaga surya (PLTS) sebesar 165,9 GW, dan tenaga minihidro (PLTM) sebesar 0,7 GW. Angka tersebut diperoleh dari simulasi teknis dan finansial yang menunjukkan tingkat pengembalian investasi yang menjanjikan, menjadikan sektor ini sebagai peluang emas untuk pembangunan berkelanjutan.

Presiden juga memandang bahwa Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam yang luar biasa dalam konteks energi bersih. Potensi dari panas bumi, hidro, angin, hingga gelombang laut dinilai sangat besar dan belum tergarap optimal. Ia meyakini bahwa dengan pengelolaan yang baik, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri, tetapi juga dapat menjadi pemain utama dalam pasokan energi bersih dunia.

Langkah strategis pemerintah turut diperkuat oleh arah kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mengungkapkan bahwa dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025–2060, pemerintah menetapkan target penambahan kapasitas pembangkit sebesar 443 GW, di mana 79 persen berasal dari energi terbarukan. 

Rencana jangka menengah dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034 juga mengindikasikan bahwa 70 persen dari tambahan kapasitas 71 GW akan bersumber dari energi bersih. Hal ini mencerminkan arah pembangunan nasional yang tidak hanya berorientasi pada efisiensi, tetapi juga keberlanjutan jangka panjang.

Perhatian terhadap krisis iklim juga menjadi landasan kuat bagi kebijakan energi pemerintah. Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan peningkatan tajam bencana alam dalam satu dekade terakhir yang berkaitan erat dengan perubahan iklim. Kenaikan permukaan laut, terutama di kota-kota pesisir seperti Jakarta dan Semarang, menjadi ancaman nyata terhadap keselamatan jutaan penduduk. Pemerintah menyadari bahwa pembakaran bahan bakar fosil, yang menjadi penyumbang utama emisi karbon, harus segera digantikan oleh energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

Dalam konteks global, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menilai bahwa transisi ke energi terbarukan merupakan langkah tak terelakkan. Ia menyebut bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin kawasan dalam pengembangan energi bersih. Energi terbarukan, menurut pandangan kementerian, bukan hanya solusi terhadap krisis iklim, tetapi juga fondasi bagi ketahanan energi nasional yang kokoh. Pemerintah menempatkan transisi ini sebagai prioritas strategis untuk menekan emisi dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi hijau.

Tak hanya itu, Presiden juga telah menyampaikan target ambisius dalam berbagai forum internasional seperti APEC CEO Summit dan KTT G20 di Brasil. Indonesia berkomitmen untuk mencapai net zero emission sebelum 2050. Strategi yang disiapkan antara lain adalah penghentian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara dalam 15 tahun mendatang, serta pemenuhan kebutuhan energi nasional sepenuhnya melalui energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Visi ini bukan sekadar pernyataan politis, melainkan bagian dari peta jalan energi nasional yang tengah dirancang secara terstruktur dan realistis.

Transformasi besar ini juga diperkirakan akan membawa dampak ekonomi yang signifikan. Investasi di sektor energi bersih akan membuka lapangan kerja baru, mendorong inovasi teknologi, dan meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat regional maupun global. Dengan pengelolaan yang tepat, sumber daya energi terbarukan yang melimpah dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, pemerintah menunjukkan ketegasan dan arah yang jelas dalam mengarahkan Indonesia ke masa depan energi yang lebih mandiri dan berdaya saing. Melalui kebijakan yang terintegrasi dan dukungan penuh dari berbagai pemangku kepentingan, Indonesia tengah meletakkan fondasi baru bagi peradaban energi yang berkelanjutan dan berdaulat. Komitmen ini adalah bentuk tanggung jawab negara terhadap generasi masa depan dan juga pernyataan bahwa Indonesia siap menatap masa depan dengan penuh optimisme dan kekuatan.

)* Pengamat Kebijakan Energi