JAKARTA – Fenomena kecanduan Judi Daring kian mengkhawatirkan karena tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga berdampak serius terhadap kesehatan mental masyarakat.
Psikiater RSUD Banyumas, dr. Hilma Paramita, Sp.KJ, menegaskan bahwa Judi Daring tidak bisa dianggap sepele.
“Permainan ini merusak lebih dari sekadar keuangan pribadi. Banyak pasien yang datang mengalami kecemasan berat, depresi, bahkan muncul keinginan untuk mengakhiri hidup,” ungkapnya.
Berdasarkan data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran uang dari aktivitas Judi Daring di Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2024 perputaran dana mencapai Rp900 triliun, dan kembali meningkat pada tahun 2025 hingga menembus Rp1.200 triliun.
Namun, terdapat penurunan perputaran dana pada kuartal pertama tahun 2025 sebesar 47 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dijelaskan lebih lanjut oleh dr. Hilma, Judi Daring bekerja dengan algoritma yang membuat pemain terus terdorong untuk bermain.
“Mereka terus mengejar kemenangan atau membalas kekalahan, menciptakan ilusi yang sulit dilepaskan,” katanya.
Adiksi ini diperkuat oleh pelepasan dopamin di otak saat berjudi, yang memicu sensasi euforia.
Pakar kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, dr. Taufik Hidayanto, Sp.KJ, menyoroti dampak serius Judi Daring terhadap kesehatan mental masyarakat.
“Judi Daring menjadi bisnis yang sangat menggiurkan bagi pelaku, namun di balik itu ada banyak keluarga yang hancur akibat kerugian dan tekanan mental,” ungkap dr. Taufik.
Ia menjelaskan bahwa tekanan tersebut dapat memunculkan berbagai gangguan perilaku. “Hal ini memicu gangguan perilaku seperti impulsivitas, kemarahan, bahkan pikiran bunuh diri,” ujarnya.
Sebagai langkah penanganan, dr. Taufik menekankan perlunya intervensi medis sebelum pasien menjalani terapi lanjutan.
“Obat antiansietas dan antidepresan bisa membantu menstabilkan kondisi pasien agar dapat melanjutkan ke terapi psikologis,” jelasnya.
Menurutnya, penggunaan obat-obatan psikiatri sangat dibutuhkan untuk menekan gejala impulsif dan depresi.
Selain medis, dukungan keluarga dan edukasi masyarakat sangat penting.
Aplikasi pembatas waktu bermain dan kegiatan alternatif seperti olahraga bisa membantu mencegah kecanduan.
Perencana keuangan Andy Nugroho mengingatkan, kecanduan ini sering memaksa individu menjual aset atau bahkan mencuri demi berjudi.
“Kehilangan uang, keluarga retak, bahkan bisa berujung pada tindak kriminal,” katanya.
Ia menekankan bahwa judi bukan investasi, melainkan permainan yang hanya mengandalkan keberuntungan.
“Investasi punya dasar logis. Judi hanya membawa kerugian,” tegasnya.