Penolakan Narasi “Indonesia Gelap” Butuhkan Partisipasi Masyarakat

Jakarta – Menolak provokasi “Indonesia gelap” bukan hanya soal menepis tudingan, tetapi juga membangun dialog dan edukasi berbasis fakta.

Wakil Ketua Umum MUI, Dr. KH. Marsudi Syuhud, MM, bersama Pengamat Kebijakan Publik NTT, Dr. Jhon Tuba Helan, menginisiasi langkah kolaboratif untuk meredam ketakutan yang merugikan semangat kolektif.

Marsudi menekankan peran agama dalam menyebarkan pesan optimisme.

“Penting bagi masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh narasi negatif,” katanya.

Ia menargetkan pelaksanaan forum lintas sektoral yang melibatkan tokoh agama, akademisi, dan media untuk menyampaikan fakta pembangunan nasional.

Sementara Jhon menyoroti tantangan rendahnya literasi politik.

“Rakyat, sering dimobilisasi oleh elite politik. Sementara mereka sendiri tidak mengetahui secara benar kebijakan itu bermanfaat bagi rakyat atau tidak,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia mendorong penyelenggaraan lokakarya kebijakan publik di berbagai daerah, guna mengedukasi masyarakat sebelum mengambil sikap politik.

Keduanya sepakat bahwa penolakan narasi “Indonesia gelap” harus diiringi praktik partisipasi warga. Marsudi berencana melibatkan MUI dalam program dakwah kebangsaan, sedangkan Jhon akan menggandeng lembaga riset untuk menghasilkan modul pelatihan literasi politik. Dengan begitu, kritik menjadi konstruktif dan berdampak positif.

Melalui sinergi moral-religius dan edukasi publik, mereka berharap provokasi pesimisme dapat dipatahkan. Publik tidak hanya tahu tantangan, tetapi juga memahami proses kebijakan dan kontribusi yang dapat mereka berikan demi kemajuan bangsa. []