Narasi “Indonesia Gelap” Hanya Timbulkan Kegaduhan, Bukan Cerminan Kondisi Nyata Bangsa

Jakarta – Narasi “Indonesia Gelap” yang belakangan marak di media sosial dan dibawa dalam sejumlah aksi unjuk rasa menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Pernyataan ini dinilai tidak mencerminkan kondisi nyata bangsa dan justru menimbulkan keresahan publik serta potensi gangguan terhadap stabilitas nasional.

Ketua Umum Pengurus Pusat Tunas Indonesia Raya (PP TIDAR), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyebut narasi tersebut sengaja digoreng untuk kepentingan politik.

“Menurut saya, narasi Indonesia Gelap adalah sebuah narasi yang memang digelontorkan dan dikompori oleh pihak-pihak yang mungkin tidak suka dengan kepemimpinan dari Bapak Prabowo Subianto,” ujar Saraswati.

Ia menilai, penggunaan narasi tersebut hanya memperkeruh suasana di tengah masa transisi pemerintahan yang sedang fokus membangun fondasi pembangunan jangka panjang. Saraswati yang akrab disapa Sara mengajak generasi muda untuk tetap berpikir kritis namun rasional, serta tidak mudah termakan provokasi yang tidak produktif bagi kemajuan bangsa.

Hal senada juga diutarakan oleh Ketua Umum GP Ansor, Addin Jauharudin, yang melihat ada motif tertentu di balik munculnya gerakan tersebut. Ia menilai narasi tersebut sangat mungkin digerakkan oleh kepentingan asing yang ingin melemahkan kemandirian Indonesia, khususnya dalam hal kebijakan hilirisasi sumber daya alam.

“Ketika Indonesia bangkit, pihak asing selalu berusaha menghambat. Kita harus sadar bahwa isu ini tidak tumbuh secara organik dari rakyat, melainkan hasil rekayasa pihak luar yang ingin mengganggu kemandirian bangsa,” tegas Addin.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi turut merespons kemunculan tagar #IndonesiaGelap yang digaungkan dalam aksi unjuk rasa sejumlah mahasiswa. Ia menegaskan bahwa gambaran kelam yang disampaikan melalui aksi dan media sosial tersebut sangat tidak sesuai dengan kondisi objektif negara saat ini.
Prasetyo menilai bahwa pemerintah tetap terbuka terhadap kritik, namun ia mengingatkan bahwa penyampaian aspirasi hendaknya dilakukan dengan menjunjung etika dan tanggung jawab kebangsaan.

Di tengah upaya pemulihan ekonomi pascapandemi dan transisi pemerintahan yang damai, narasi-narasi yang tidak berdasarkan fakta dikhawatirkan hanya akan memperkeruh suasana dan menjauhkan publik dari semangat persatuan. Kesadaran kolektif untuk menjaga stabilitas dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa.