Jika Papua adalah panggung, maka Sebby Sambom adalah sutradara drama yang terlalu getol mengejar rating dengan naskah lemah, aktor tanpa nama, dan plot twist yang menyepelekan akal sehat. Begini episode terbaru darinya “Tiga tewas, sisanya warga sipil tidur.” Judul yang cukup catchy untuk pendukung yang sudah terhipnosis oleh propaganda TPNPB-OPM, tapi sayangnya, ini bukan Netflix. Ini realitas, dan realitas tidak butuh dramatisasi, apalagi kebohongan.
Mari kita bicara angka. Sebby Sambom, dalam siaran persnya, bersikukuh menyebut hanya tiga anggota TPNPB yang tewas dalam operasi militer yang berlangsung pada 13–14 Mei 2025 di 5 kampung wilayah Intan Jaya. Tiga tewas, Seolah-olah tentara hanya keluar menembak tiga orang lalu balik makan siang. Sementara itu, laporan resmi Satgas Rajawali 2 dan Yonif 500/Sikatan menyebut angka dan keterangan bahwa 18 orang dari OPM tewas, lengkap dengan kronologi, koordinat aksi, jam kejadian, dan barang bukti, dari senjata AK-47, rakitan, hingga bendera kebanggaan separatis: Bintang Kejora. Bahkan drone turut merekam pergerakan, penghadangan, dan tindakan tegas dari aparat. Tapi, bagi Sebby Sambom, kesemuanya tersebut seperti ingin ditebas hanya dengan satu kalimat penuh emosi: “Itu warga sipil yang sedang tidur.” Tidur di mana, Sebby? Di honai sambil menggenggam AK-47?
Sinetron Sebby: Saat Drama Melampaui Fakta
Sebby Sambom bukan juru bicara, dia adalah juru cerita. Tapi sayangnya, cerita yang ia bangun bukan dongeng pembebasan, melainkan kebohongan yang dikemas dalam narasi internasionalis. Ia tahu bahwa dunia barat mudah terenyuh. Maka tiap episode selalu berisi kekecewaan kepada TNI, klaim pembantaian, dan seruan “investigasi independen” yang tak pernah didampingi bukti otentik apa pun. Sebagai contoh, dalam laporan lapangan, drone merekam 50 orang berkumpul secara mencurigakan sebelum kontak tembak dimulai. Bahkan aparat menyisir dan mengejar hingga ke titik-titik hutan dan perbatasan kampung, melakukan tindakan secara terukur yang jelas membawa senjata. Bukan orang tidur, bukan petani pulang kebun. Ini kelompok yang sebelumnya mempersiapkan serangan ke pembangunan tower di perbatasan Beoga. Kondisi strategis, vital, dan tentu saja bukan tempat main anak-anak. Sementara Sebby? Cuma menyebut tiga nama. Sisanya “raib” dalam kabut narasi. Bukti evakuasi warga? Nol. Data medis? Tak ada. Bahkan tidak ada satu pun foto korban sipil yang disebut-sebut. Di dunia nyata, itu disebut klaim kosong. Tapi di dunia Sebby, itu namanya “bahan bakar isu untuk minta simpati internasional.”
Realitas Lapangan: Antara Drone, Senjata, dan Derap Sepatu Prajurit
Berbekal data dari laporan lapangan, kita bisa tahu bahwa operasi tersebut bukan seperti “penggerebekan rumah” ala film koboi. Ini taktik militer penuh disiplin. Tindakan tegas dilakukan terhadap OPM yang terpantau membawa senjata, menyerang pasukan, atau melarikan diri dari titik konflik. Bahkan pengejaran dilakukan dari Sugapa Lama hingga Zanamba dan Eknemba, dengan waktu yang tercatat presisi: dari saat drone mengawasi, tim infiltrasi masuk, pengejaran terakhir dan berakhir pada tewasnya 18 orang anggota OPM, serta 1 pucuk senjata SS-1 yang berhasil diamankan. Jadi, ketika Sebby muncul di siaran dengan wajah serius dan nada tinggi, menyebut angka “tiga” sebagai korban, kita patut bertanya:
Tiga dari mana? Berdasarkan siapa? Dengan bukti apa? Karena publik bukan sekadar konsumen opini. Kita sudah cukup dewasa untuk membedakan antara tragedi dan propaganda, antara fakta dan sandiwara berseragam separatis.
Kebenaran Tak Bisa Dipentaskan
Seperti yang kita tahu, bahwa pihak TNI telah menyajikan data, terdapat bukti temuan senjata, koordinat GPS, hingga saksi mata. Bahkan terdapat kronologi jam per jam yang tak bisa dibantah. Sementara Sebby hanya membawa mikrofon, cerita sedih, dan harapan bahwa dunia terlalu malas mengecek fakta. Sayangnya, panggung disinformasi ini mulai terbakar terang. Dunia sudah mulai lelah pada propaganda tanpa bukti. Dan mitos “tiga tewas” yang ia bawa akan bernasib sama seperti episode hoaks sebelumnya: dimentahkan oleh data, dikalahkan oleh rekam jejak. Sebby Sambom boleh terus menjadi narator setia sinetron OPM: penuh drama, miskin fakta. Tapi di luar sana, medan konflik bicara dengan cara berbeda. Lewat ketegasan negara melindungi tanah Papua. Kita boleh tersentuh oleh cerita, tapi jangan pernah membiarkan kebohongan mengatur alur kebenaran. Karena ketika fakta berbicara, narasi kosong hanya jadi gema di ruang hampa.