Oleh: Bara Winatha*)
Upaya pemerataan pembangunan ekonomi nasional membutuhkan strategi yang menyentuh langsung akar rumput, terutama masyarakat desa. Dalam kerangka itulah pemerintah mendorong sinergi antara Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes/Kel Merah Putih) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai penggerak utama ekonomi lokal. Kolaborasi ini diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi desa yang berkelanjutan, memperkuat ketahanan pangan, serta memperluas akses permodalan dan layanan keuangan bagi masyarakat desa.
Menteri Koordinator Bidang Pangan yang juga Ketua Dewan Pengarah Kopdes Merah Putih, Zulkifli Hasan, mengatakan bahwa program Koperasi Merah Putih merupakan implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, yang menargetkan terbentuknya 80.000 koperasi desa aktif di seluruh Indonesia. Ia menjelaskan bahwa pendanaan awal hingga Rp3 miliar akan dikucurkan untuk masing-masing koperasi dalam bentuk pinjaman bergulir dengan tenor enam tahun. Dana ini bukan hibah, tetapi harus dikelola secara profesional dan bertanggung jawab oleh koperasi yang mengajukan proposal pendirian. Proses verifikasi dilakukan oleh pihak perbankan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Koperasi Merah Putih dirancang sebagai institusi pemberdayaan masyarakat. Perannya melengkapi fungsi BUMDes yang selama ini menjadi instrumen strategis desa dalam mengelola potensi lokal. Sinergi antara keduanya memperkuat ekosistem ekonomi desa yang berdaya saing, dengan pembagian peran yang jelas. BUMDes dapat fokus pada pengelolaan aset dan layanan publik berbasis desa, sementara Kopdes Merah Putih berfokus pada pemberian layanan simpan pinjam, pengelolaan komoditas bersubsidi, serta distribusi barang kebutuhan pokok secara grosir yang efisien.
Salah satu aspek penting dalam memperkuat peran koperasi desa adalah percepatan legalisasi badan hukum koperasi. Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menyampaikan bahwa biaya pembuatan akta notaris kini hanya sebesar Rp2,5 juta, jauh lebih murah dari sebelumnya yang bisa mencapai Rp7 juta. Langkah ini merupakan bentuk keberpihakan terhadap desa-desa yang selama ini kesulitan membentuk koperasi karena terbentur kendala administrasi dan anggaran. Ia berharap efisiensi biaya ini mampu mendorong percepatan pembentukan koperasi di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia.
Koperasi Desa akan mendapatkan keistimewaan dalam pengadaan dan distribusi komoditas bersubsidi seperti beras, minyak goreng, LPG, hingga pupuk. Dengan skema pembelian secara grosir oleh koperasi, harga jual kepada masyarakat dapat ditekan, sehingga menstabilkan harga di tingkat desa. Keuntungan koperasi juga akan dikembalikan kepada anggota koperasi, menciptakan siklus ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, mengatakan bahwa koperasi dapat menjadi lembaga resmi yang mempermudah akses pembiayaan dan pelatihan bagi pelaku pariwisata lokal. Ia menyebutkan bahwa saat ini telah ditetapkan 17 desa wisata sebagai pilot project program penguatan koperasi berbasis pariwisata, dengan rencana perluasan ke ribuan desa wisata di seluruh Indonesia.
Langkah tersebut sejalan dengan misi besar pemerintah untuk mengembangkan desa wisata sebagai salah satu tulang punggung ekonomi berbasis komunitas. Kolaborasi antara Kopdes Merah Putih dan BUMDes dalam sektor ini akan menciptakan kelembagaan yang lebih kuat dalam mengelola potensi lokal. Widiyanti menambahkan bahwa koperasi memberikan landasan hukum dan manajerial yang kuat, sementara BUMDes menjembatani keterlibatan pemerintah desa dalam perencanaan dan pengawasan program.
Sinergi koperasi dan BUMDes juga membuka peluang integrasi sistem layanan keuangan inklusif di tingkat desa. Dalam beberapa kasus, koperasi dapat bekerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau lembaga keuangan mikro untuk menyediakan akses pinjaman bagi petani, nelayan, dan pelaku usaha kecil di desa. Skema ini akan membantu meningkatkan literasi keuangan masyarakat desa agar mampu mengelola usaha dengan lebih baik.
Tak kalah penting, program ini juga mendukung upaya penguatan ketahanan pangan nasional. Dengan koperasi yang aktif membeli hasil pertanian secara langsung dari petani, dan BUMDes yang memfasilitasi distribusi dan pemasaran, maka rantai distribusi pangan menjadi lebih efisien dan adil. Petani mendapat harga yang layak, dan masyarakat desa memperoleh kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
Beberapa provinsi telah memulai langkah konkret dengan menggelar rapat koordinasi, pendampingan hukum, serta penyaluran akta notaris secara simbolis di berbagai desa. Salah satunya dengan menetapkan batas waktu pembentukan koperasi hingga 31 Mei 2025, dengan peluncuran resmi program dijadwalkan pada 12 Juli 2025. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan daerah saling bahu-membahu memastikan program berjalan tepat sasaran.
Dari sisi regulasi, sinergi Kopdes Merah Putih dan BUMDes diperkuat oleh kebijakan pemerintah yang memungkinkan kepala desa menjabat sebagai ketua dewan pengawas koperasi secara ex-officio. Hal ini memperkuat tata kelola dan memastikan adanya pengawasan langsung dari pemerintah desa. Selain itu, dua hingga tiga orang tenaga pendamping dari pusat akan membantu pengelolaan dan pelaporan koperasi secara profesional.
Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat transformasi desa menjadi pusat pertumbuhan baru yang mandiri dan sejahtera. Ketika koperasi dan BUMDes bergerak dalam satu visi pembangunan ekonomi lokal, maka tujuan besar pemerataan pembangunan dan penguatan ketahanan ekonomi nasional bukanlah sekadar angan, tetapi sebuah keniscayaan.
*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.