Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berhasil memblokir lebih dari 1,3 juta konten yang memuat aktivitas judi daring.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyatakan bahwa mayoritas konten tersebut berasal dari situs dan alamat IP yang aktif mempromosikan judi.
“Dari periode 20 Oktober 2024 sampai Mei 2025, kami sudah menangani 1,3 juta konten judi daring. Sebanyak 1,2 juta di antaranya berasal dari situs dan IP, sisanya berupa iklan yang tersebar di berbagai platform media sosial,” ujar Alexander.
Ia menegaskan bahwa pemblokiran ini merupakan langkah konkret pemerintah dalam memerangi praktik judi daring yang merugikan negara dan masyarakat.
“Kalau dibiarkan, judi daring bisa menimbulkan kerugian ekonomi Indonesia hingga Rp 1.000 triliun. Dampaknya juga menghancurkan ekonomi keluarga dan merusak masa depan generasi muda,” ucapnya.
Komdigi juga mencatat, pada Februari 2025, telah dilakukan pemblokiran terhadap 993.144 situs judi daring dan 187.865 konten pornografi. Langkah ini menjadi bagian dari program moderasi konten negatif dan perlindungan anak di ruang digital.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut ambil bagian dalam pemberantasan judi daring. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta bank memblokir ribuan rekening mencurigakan.
“Terkait pemberantasan judi daring yang berdampak luas pada perekonomian, OJK telah meminta bank melakukan pemblokiran terhadap 10.016 rekening,” ujar Dian.
Ia menjelaskan bahwa langkah lanjutan juga akan dilakukan.
“Kami meminta bank menutup rekening yang identitasnya cocok dengan Nomor Induk Kependudukan dan melakukan enhance due diligence. Rekening dormant juga menjadi fokus pengawasan kami karena sangat rentan digunakan untuk aktivitas ilegal,” tambahnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia, mengapresiasi keberhasilan pemerintah.
“Saya mengapresiasi Komdigi yang telah memblokir lebih dari 1,3 juta konten judi daring. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah menutup akses dan menindak para pelaku,” katanya.
Farah menambahkan bahwa judi daring telah menjadi wabah sosial yang merusak. “Bayangkan, anak-anak usia 10 sampai 16 tahun sudah terlibat transaksi judi daring. Ini bukan hanya soal hukum, tapi darurat perlindungan anak,” tegasnya.
*