Oleh : Dirandra Falguni )*
Pemerintah Indonesia terus menunjukkan keseriusannya dalam menciptakan fondasi ekonomi nasional yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan. Salah satu instrumen utama yang kini diandalkan adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sebuah entitas strategis yang dirancang untuk mengelola kekayaan negara secara profesional dan berbasis digital.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu menegaskan bahwa keberadaan Danantara menjadi kunci untuk meningkatkan laju investasi nasional yang saat ini masih tergolong moderat. Pertumbuhan ekonomi kuartal I mencapai 4,87 persen (yoy), mencerminkan perekonomian domestik kita tetap kuat. Tetapi pihaknya perlu meningkatkan investasi sehingga Danantara menjadi salah satu jawaban.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa komponen investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 2,12 persen pada kuartal pertama 2025. Perlambatan terjadi terutama pada investasi bangunan dan mesin non-kendaraan. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga masih tumbuh solid sebesar 4,89 persen, didorong momentum libur Tahun Baru, Ramadhan, hingga Idul Fitri.
Situasi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memperkuat fondasi investasi jangka panjang. Maka, Danantara hadir sebagai jawaban strategis yang tidak sekadar untuk mengejar profit, tetapi juga mendorong pembangunan berkelanjutan.
Presiden Prabowo Subianto mengatakan Danantara bukan sekadar platform, tetapi sebuah terobosan besar yang diharapkan dapat membawa Indonesia ke puncak kejayaan ekonomi di era digital. Menurutnya, Danantara adalah simbol transformasi pengelolaan kekayaan negara yang lebih inklusif, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Setelah struktur organisasi terbentuk, Danantara kini tengah menyusun daftar proyek strategis yang akan menjadi portofolio awal pengelolaan investasi. CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, menekankan bahwa pendekatan mereka tidak semata mengejar angka keuntungan, namun lebih kepada dampak konkret bagi masyarakat.
Pihaknya tidak hanya berfokus pada angka dan keuntungan, tetapi juga pada dampak yang nyata bagi masyarakat. Semua proses pengelolaan dilakukan dengan transparansi dan profesionalisme.
Sikap ini menandai pergeseran paradigma dalam pengelolaan aset negara: dari sekadar pencatatan administratif menjadi katalis pembangunan nasional, termasuk pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, serta pemerataan pembangunan antarwilayah.
Salah satu contoh konkret kolaborasi Danantara dengan sektor usaha adalah rencana kerja sama dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE). Sebagai entitas yang bergerak di sektor energi baru dan terbarukan (EBT), PGE menargetkan penambahan kapasitas geothermal hingga 1.800 Megawatt pada 2033. Pencapaian ini membutuhkan investasi senilai USD 6 hingga 7 miliar, dan PGE membuka pintu kerja sama strategis, termasuk dengan Danantara.
Direktur Keuangan PGE, Yurizki Rio, menyatakan bahwa pengembangan geothermal adalah langkah penting untuk mendukung kemandirian energi nasional. Pihaknya menerapkan berbagai teknologi untuk menekan biaya produksi dan menjawab tantangan harga listrik panas bumi yang masih rendah. Kerja sama dengan Danantara dapat membuka peluang besar bagi realisasi proyek-proyek tersebut.
Komitmen ini juga sejalan dengan target pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk menambah kapasitas pembangkit EBT sebesar 75 Gigawatt pada tahun 2040. Dalam konteks ini, peran Danantara sebagai pengelola investasi akan menjadi penggerak utama pembangunan infrastruktur energi bersih di seluruh Indonesia.
Di samping penguatan investasi, pemerintah juga menjalankan strategi paralel untuk meningkatkan kapasitas ekonomi domestik, salah satunya melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Saat ini, sudah 3,4 juta anak di seluruh Indonesia yang mendapatkan manfaat dari program tersebut. Selain sebagai investasi jangka panjang dalam peningkatan kualitas SDM, program ini juga berdampak langsung pada ekonomi lokal.
Program tersebut memberikan dampak ekonomi, tercermin di dapur-dapur di berbagai wilayah Indonesia. Aktivitas belanja bahan pangan, keterlibatan UMKM lokal, dan peningkatan permintaan bahan baku menunjukkan bahwa MBG tidak sekadar program sosial, melainkan penggerak ekonomi mikro yang nyata.
Dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, baik dari sisi geopolitik, perubahan iklim, hingga ketidakpastian pasar, pemerintah menyadari perlunya pendekatan holistik. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa APBN akan terus diarahkan pada kebijakan yang produktif, termasuk melalui insentif seperti THR, subsidi listrik dan tol, serta pengendalian harga pangan.
Pemerintah juga menerapkan strategi deregulasi, pembentukan satgas ketenagakerjaan, hingga rekonstruksi belanja negara agar lebih efisien dan tepat sasaran. Ini penting untuk menciptakan ruang fiskal yang sehat serta menjaga daya beli masyarakat sekaligus melindungi dunia usaha dari tekanan global.
Sementara itu, Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, menyebut bahwa Danantara menjadi simbol transformasi dalam tata kelola aset negara. Menurutnya, langkah tersebut memastikan bahwa kekayaan negara benar-benar bermanfaat untuk seluruh rakyat Indonesia.
Keberadaan Danantara tidak hanya menjadi tonggak dalam pengelolaan aset negara secara modern, namun juga menjadi jembatan antara pemerintah, investor, dan masyarakat. Melalui kolaborasi dengan sektor usaha, pengembangan energi bersih, dan program sosial seperti MBG, pemerintah tengah membentuk fondasi ekonomi baru yang lebih inklusif, resilien, dan berkelanjutan.
Dengan prinsip good governance, transparansi, dan pemanfaatan teknologi digital, Danantara diharapkan menjadi motor penggerak Indonesia menuju kedaulatan ekonomi dengan mewujudkan impian lama tentang negeri yang mandiri secara ekonomi, adil dalam distribusi kekayaan, serta sejahtera bagi seluruh rakyatnya.
)* Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Pemerintah