Bungkam Provokasi Indonesia Gelap Dengan Semangat Persatuan

Oleh : Rendy Darmawan )*

Belakangan ini, ruang publik Indonesia kembali diwarnai oleh upaya provokasi yang menggambarkan kondisi bangsa dalam narasi “Indonesia Gelap”. Provokasi ini disebarkan melalui berbagai kanal digital, mulai dari media sosial hingga aplikasi pesan singkat, dengan tujuan menanamkan ketidakpercayaan terhadap institusi negara dan memecah belah masyarakat.

Isu-isu seperti kegagalan demokrasi, ancaman krisis sosial, serta dugaan ketimpangan kekuasaan sengaja dimunculkan tanpa data yang valid dan ditumpangi oleh aktor-aktor tertentu yang ingin menimbulkan keresahan kolektif di tengah masyarakat. Namun, kenyataannya narasi tersebut tak mendapat tempat luas karena semangat persatuan masyarakat Indonesia masih terjaga kuat.

Alih-alih terpecah, publik justru menunjukkan ketahanan sosial yang semakin matang. Warga dari berbagai daerah, latar belakang agama, dan kelas sosial justru saling menguatkan serta merespons dengan pesan positif bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan tidak mudah goyah oleh ujaran pesimistis. Sikap ini membungkam provokasi dengan sendirinya, sekaligus menjadi penegas bahwa akar nasionalisme dan persatuan masih tertanam dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia.

Fenomena ini juga menjadi refleksi atas meningkatnya kesadaran digital masyarakat Indonesia. Edukasi literasi digital yang selama ini digencarkan oleh pemerintah, komunitas digital, dan dunia pendidikan mulai menampakkan hasilnya. Banyak individu, terutama generasi muda, kini aktif menjadi penjaga ruang digital dengan cara menyebarkan konten edukatif, klarifikasi informasi palsu, hingga membuat narasi tandingan yang lebih objektif dan penuh semangat kebangsaan. Hal ini membuat provokasi yang semula ingin memicu perpecahan justru tenggelam oleh gelombang solidaritas dan optimisme.

Pengamat Intelijen, Amir Hamzah, menilai bahwa kekebalan sosial masyarakat saat ini terbentuk dari kombinasi antara pengalaman historis dan partisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa. Masyarakat Indonesia sudah terlalu sering berhadapan dengan narasi gelap, namun yang membuat tetap bertahan adalah semangat gotong royong dan komitmen untuk menjaga keutuhan bangsa. Pihaknya juga menambahkan bahwa narasi provokatif cenderung gagal ketika dihadapkan pada realitas sosial yang menunjukkan kemajuan dan kohesi masyarakat.

Peran media massa arus utama dan tokoh publik juga tidak kalah penting dalam meredam isu-isu provokatif tersebut. Banyak media yang kini lebih hati-hati dalam menyampaikan informasi dan memperkuat prinsip jurnalistik yang akurat dan berimbang. Sementara itu, para tokoh masyarakat, baik dari kalangan agama, budaya, hingga pendidikan, turut serta memberikan pernyataan-pernyataan yang menyejukkan dan mendorong masyarakat untuk tetap tenang dan berpikir jernih.

Wakil Menteri Agama, Romo HR Muhammad Syafi’i, menegaskan bahwa tantangan provokasi harus dijawab dengan tindakan nyata dan kerja kolektif lintas sektor. Persatuan itu bukan sekadar kata-kata, tapi harus dihidupkan dalam tindakan setiap hari. Narasi ‘Indonesia Gelap’ justru bertentangan dengan semangat optimisme dan pembangunan yang sedang digalakkan. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak berdasar. Pemerintah terus berkomitmen membangun Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat.

Di sisi lain, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus menekankan bahwa pemerintah perlu terus melakukan patroli siber untuk menangkal penyebaran disinformasi yang berpotensi mengganggu ketertiban publik. Akun-akun penyebar hoaks dan fitnah perlu ditumpas. Pihaknya juga menyampaikan bahwa semangat kolaboratif ini adalah bentuk baru nasionalisme digital yang sangat relevan dengan tantangan zaman. Alih-alih terprovokasi oleh narasi gelap yang tidak berdasar, seluruh elemen bangsa perlu mendukung pembangunan yang sedang berlangsung agar manfaatnya benar-benar dirasakan secara luas.

Tidak hanya melalui kanal formal, berbagai komunitas akar rumput juga menunjukkan peran besar dalam menjaga persatuan. Di berbagai daerah, aksi-aksi kebudayaan, diskusi publik, dan kerja sosial terus digalakkan sebagai bentuk nyata dari semangat kebangsaan. Komunitas seni, mahasiswa, tokoh pemuda, dan organisasi lokal menunjukkan bahwa menghadapi narasi “Indonesia gelap” tidak harus dengan kemarahan, tetapi cukup dengan memperkuat solidaritas dan semangat optimisme. Semangat ini menjadi bukti bahwa masyarakat sipil Indonesia tidak tinggal diam, tetapi bangkit menjadi garda depan penjaga harapan.

Sebagai bangsa yang majemuk, kekuatan Indonesia justru terletak pada keberagaman budaya, agama, suku, dan bahasa yang menjadi pilar kokoh dalam menghadapi ancaman disintegrasi. Ketika nilai-nilai toleransi dan gotong royong hidup dalam keseharian, maka tak ada ruang bagi upaya pecah-belah yang kerap dibungkus dengan isu-isu sektarian. Di media sosial, kampanye positif yang diinisiasi oleh warganet pun mulai menggantikan narasi gelap dengan pesan-pesan damai dan inspiratif.

Ini menandakan bahwa generasi muda Indonesia tidak hanya melek digital, tetapi juga melek nilai, dan siap menjadi agen perdamaian yang menyebarkan harapan, bukan ketakutan. Di tengah pusaran dinamika global dan tantangan internal, persatuan bangsa bukan sekadar slogan, melainkan napas yang terus menghidupkan cita-cita bersama: Indonesia yang adil, sejahtera, dan bermartabat.

Semangat persatuan adalah kunci untuk menjaga Indonesia tetap kokoh di tengah badai provokasi. Sejarah panjang bangsa ini telah membuktikan bahwa ketika masyarakat bersatu, tidak ada kekuatan luar yang bisa merusak pondasi bangsa. Apa pun bentuk provokasi yang datang, selama kita tetap saling percaya, saling menghormati, dan saling menguatkan, maka narasi pesimistis tentang “Indonesia gelap” tidak akan pernah menjadi kenyataan. Justru sebaliknya, Indonesia akan terus menjadi terang karena diterangi oleh cahaya semangat rakyatnya yang bersatu.

)* Penulis merupakan mahasiswa Uninus Bandung