Jakarta – Di tengah meningkatnya tekanan dari perlambatan ekonomi global, kebijakan ekonomi yang diambil Presiden Prabowo berhasil menahan laju dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Sejumlah pihak menyampaikan bahwa langkah-langkah strategis pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi domestik dinilai tepat sasaran dan berdampak nyata di lapangan.
Terkait hal itu, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melaporkan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga pada kuartal I-2025 di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global.
Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ketidakpastian perekonomian global disebabkan oleh dinamika dari penerapan kebijakan tarif balasan (resiprokal) dari pemerintah Amerika Serikat (AS) yang memunculkan eskalasi perang dagang.
KSSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan koordinasi dalam menjalankan sejumlah kebijakan untuk mengantisipasi dampak rambatan dari tekanan perekonomian global terhadap perekonomian domestik.
“KSSK menyepakati untuk terus meningkatkan kewaspadaan serta memperkuat koordinasi dan kebijakan dari lembaga-lembaga anggota KSSK di dalam upaya untuk memitigasi potensi dampak rambatan faktor risiko global, sekaligus meningkatkan upaya untuk memperkuat perekonomian dan sektor keuangan dalam negeri,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, penerapan tarif resiprokal yang menyebabkan terjadinya perang tarif dan diperkirakan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, perekonomian AS dan China. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global dan ketidakpastian di dalam tata kelola perdagangan dan investasi antarnegara.
Kondisi ini berlangsung di tengah peningkatan ekspektasi penurunan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate/FFR) sehingga aliran modal dunia mengalami pergeseran dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman atau safe haven assets, terutama aset keuangan di Eropa dan Jepang serta ke komoditas emas.
“Sementara itu aliran keluar terjadi dari modal dari negara-negara berkembang yang berlanjut sehingga menimbulkan tekanan terhadap pelemahan mata uang di berbagai negara berkembang,” kata Sri Mulyani.
Dengan kondisi global yang terjadi, Indonesia akan terus meningkatkan kewaspadaannya di dalam menghadapi dinamika perekonomian global ini. Pemerintah akan terus aktif melakukan mitigasi awal termasuk melalui proses negosiasi dan komunikasi dengan pemerintah AS.
Pemerintah juga melakukan deregulasi, terutama dengan menghilangkan hambatan non-tarif antar berbagai seluruh Kementerian/Lembaga. Selain itu, upaya untuk terus meningkatkan dan memperkuat permintaan domestik agar tetap terjaga melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi dengan selaras.
“Indonesia diperkirakan dapat mengendalikan dampak negatif ketidakpastian global dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan serta memelihara momentum pertumbuhan ekonomi,” jelas Sri Mulyani.