Presiden Prabowo Dorong Sekolah Rakyat Tambah Kapasitas untuk Putus Rantai Kemiskinan

Oleh : Debora Amanda )*

Dalam upaya membangun masa depan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah strategis yang patut diapresiasi, yaitu mendorong peningkatan kapasitas Sekolah Rakyat sebagai bagian dari strategi besar mengentaskan kemiskinan. Program Sekolah Rakyat yang selama ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, kini akan diperluas cakupannya, dengan target menjangkau hingga 10.000 siswa dari keluarga miskin dan miskin ekstrem pada tahun ini.

Langkah ini merupakan bukti nyata komitmen Presiden Prabowo untuk tidak membiarkan satu pun anak Indonesia tertinggal dari akses pendidikan. Program Sekolah Rakyat bukan sekadar ruang belajar formal, melainkan simbol kehadiran negara yang peduli dan proaktif terhadap masa depan generasi miskin.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menyampaikan bahwa peningkatan kapasitas ini merupakan tindak lanjut langsung dari arahan Presiden Prabowo. Kementerian Sosial akan menambah jumlah titik Sekolah Rakyat dari 65 lokasi menjadi 100 lokasi. Strategi penambahan kapasitas dilakukan dengan cara intensifikasi rombongan belajar (rombel), tanpa mengorbankan kualitas pendidikan. Dengan memanfaatkan bangunan yang tersedia di berbagai daerah, negara menghindari kebutuhan membangun dari nol, sehingga efisiensi anggaran tetap terjaga.

Kebijakan ini menunjukkan keberanian dan ketepatan arah kebijakan pendidikan nasional yang tidak semata terpusat di sekolah-sekolah formal konvensional, tetapi juga menyasar akar masalah ketimpangan pendidikan: akses. Anak-anak dari keluarga miskin ekstrem kerap menghadapi hambatan struktural yang tak hanya berupa ketiadaan biaya, tetapi juga jauhnya jarak sekolah, keterbatasan infrastruktur, dan minimnya dukungan lingkungan. Sekolah Rakyat hadir menjawab semua itu.

Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Mohammad Nuh, menegaskan bahwa perluasan titik dan rombel bukanlah bentuk kompromi terhadap mutu. Bahkan, menurutnya, langkah tersebut merupakan bentuk efisiensi yang tetap menjaga standar kualitas pendidikan. Artinya, pemerintah tidak asal memperluas daya tampung, tetapi tetap memastikan setiap anak yang masuk Sekolah Rakyat mendapatkan pengalaman pendidikan yang layak, bermutu, dan sesuai standar nasional.

Hal senada disampaikan Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono yang menekankan bahwa penambahan kapasitas bukan semata soal angka atau target kuantitatif. Ini adalah bentuk upaya kolektif untuk menciptakan sistem pendidikan yang adil dan transformatif. Sekolah Rakyat diharapkan mampu menjadi simbol pendidikan rakyat yang inklusif dan progresif. Pihaknya juga menyampaikan optimisme bahwa kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, komunitas, dan dunia usaha akan menjadi kunci keberhasilan dari perluasan program ini.

Lebih jauh, Plt Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan (BSKAP), Toni Toharudin, menambahkan bahwa peningkatan kuota Sekolah Rakyat secara khusus menyasar anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Ini penting, karena kelompok ini paling rentan terperangkap dalam siklus kemiskinan antargenerasi. Melalui Sekolah Rakyat, mereka diberikan akses kepada pendidikan yang tidak hanya gratis, tetapi juga berkualitas. Hal ini menjadi bentuk konkret afirmasi negara terhadap kelompok masyarakat yang paling lemah dan tertinggal.

Langkah ini pun menunjukkan sinergi antara pendekatan sosial dan pendidikan. Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari kebijakan sosial yang menyentuh langsung akar persoalan kemiskinan. Dengan meningkatkan akses terhadap pendidikan, khususnya bagi kelompok miskin ekstrem, negara menciptakan peluang bagi mobilitas sosial ke atas, membukakan pintu masa depan yang lebih cerah bagi generasi yang selama ini terpinggirkan.

Daya jangkau Sekolah Rakyat yang semakin luas juga menunjukkan bahwa pemerintah tak ingin berpangku tangan melihat ketimpangan pendidikan terus terjadi. Justru dengan semangat keberpihakan, pemerintah turun langsung ke lapangan, memetakan kebutuhan, dan menyediakan solusi nyata. Sekolah Rakyat, dalam konteks ini, bukan hanya tempat belajar, tapi menjadi alat pemutus rantai kemiskinan yang sistemik.

Terlebih, langkah ini juga menunjukkan kemampuan negara dalam melakukan efisiensi kebijakan. Dengan mengoptimalkan bangunan yang ada dan mengintensifkan rombel, pemerintah tidak terjebak pada solusi mahal dan jangka panjang. Sebaliknya, solusi cepat, tepat, dan terukur diterapkan, tanpa menurunkan standar mutu pendidikan. Inilah bentuk kebijakan progresif yang menjawab tantangan zaman dengan kepekaan sosial tinggi.

Keberhasilan Sekolah Rakyat juga sangat bergantung pada partisipasi masyarakat. Program ini hanya akan optimal jika didukung oleh semua pihak, mulai dari tokoh masyarakat, orang tua siswa, guru, pemerintah daerah, hingga pelaku dunia usaha. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, kolaborasi menjadi kunci.

Pemerintah telah mengambil langkah awal yang signifikan. Kini saatnya masyarakat turut bergerak. Dukungan dalam bentuk keterlibatan langsung di komunitas, donasi fasilitas pendidikan, hingga menyebarluaskan semangat gotong royong pendidikan rakyat adalah langkah-langkah nyata yang bisa dilakukan. Setiap anak Indonesia berhak atas masa depan yang lebih baik, dan Sekolah Rakyat adalah salah satu jalannya.

Di tengah ketidakpastian global dan berbagai tantangan sosial-ekonomi, komitmen Presiden Prabowo dalam memperluas Sekolah Rakyat memberikan harapan baru. Program ini adalah bukti bahwa negara hadir untuk seluruh rakyatnya, tanpa terkecuali. Dengan pendidikan yang inklusif dan berkualitas, tidak hanya mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga memutus rantai kemiskinan yang selama ini menghambat kemajuan.

)* Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik.