Oleh: Rivka Mayangsari*)
Indonesia terus menegaskan posisinya sebagai negara yang tangguh dan mandiri dalam menghadapi dinamika global, termasuk kebijakan tarif impor proteksionis yang kembali digulirkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Di tengah ketidakpastian pasar dunia dan kecenderungan kebijakan ekonomi unilateral dari beberapa negara besar, pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dan terukur untuk melindungi kepentingan nasional serta mendorong pertumbuhan jangka panjang.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa Indonesia tidak akan terjebak dalam reaksi jangka pendek. Ia menjelaskan bahwa strategi jangka panjang telah dirancang dengan berfokus pada penguatan ketahanan ekonomi domestik, terutama dari sisi konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil. Ia juga menambahkan bahwa konsumsi merupakan tulang punggung ekonomi nasional, yang didukung oleh pertumbuhan PDB yang konsisten berada di kisaran lima persen setiap tahun.
Suahasil juga menegaskan bahwa pertumbuhan yang konsisten dan reformasi struktural yang berkelanjutan merupakan senjata utama Indonesia dalam menghadapi kebijakan global yang tidak bersahabat. Ia menekankan pentingnya pembangunan ekonomi nasional yang berorientasi pada visi jangka menengah dan panjang, karena langkah semacam itu dinilai lebih efektif dibandingkan respons sesaat terhadap guncangan eksternal. Dalam hal ini, diplomasi ekonomi disebutnya sebagai instrumen penting untuk membuka peluang dan memperkuat ketahanan internal.
Langkah konkret pun diperlihatkan melalui penguatan kerja sama dengan mitra strategis seperti Jepang. Menteri Koordinator Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa di tengah memanasnya perang dagang global akibat kebijakan tarif balasan dari Presiden Trump, Indonesia terus mempererat hubungan bilateral. Ia menjelaskan bahwa baik Indonesia maupun Jepang sama-sama terdampak oleh kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat kepada Indonesia sebelumnya dikenakan tarif 32 persen, sedangkan Jepang 24 persen.
Airlangga memaparkan bahwa hubungan antara Indonesia dan Jepang telah difasilitasi melalui lebih dari 170 Memorandum of Understanding (MoU), termasuk proyek-proyek strategis dalam kerangka Asia Zero Emission Community (AZEC). Ia berharap kerja sama tersebut dapat terus ditingkatkan sebagai bantalan penting menghadapi ketidakpastian global, terutama akibat kebijakan tarif Trump yang kebijakan tarifnya menantang, namun justru membuka peluang penguatan kerja sama strategis Indonesia dengan negara lain.
Pemerintah Indonesia juga memahami bahwa kebijakan tarif dari Trump tidak hanya berdampak langsung pada perdagangan internasional, tetapi juga mengubah lanskap geopolitik serta menggeser aliansi ekonomi global. Untuk itu, Indonesia mulai mengoptimalkan keanggotaan dan peran dalam forum-forum multilateral seperti BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa), sebagai bagian dari strategi diplomasi ekonomi yang berpijak pada prinsip bebas aktif.
Pakar politik bidang studi pembangunan dari Universitas Brawijaya, Aswin Ariyanto Azis, menyampaikan pandangannya bahwa BRICS berpotensi menjadi ruang strategis bagi Indonesia dalam menyikapi kebijakan koersif dari Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa forum tersebut dapat menjadi tempat pertukaran strategi antara negara berkembang dalam menghadapi tekanan ekonomi dari negara maju, terutama kebijakan tarif dari Trump.
Aswin juga mendorong agar Indonesia lebih aktif memaksimalkan peran BRICS sebagai forum strategis dalam memperkuat kemandirian ekonomi nasional. Ia menjelaskan bahwa negara-negara anggota lebih banyak fokus melakukan konsolidasi internal dan menyelamatkan kepentingan nasional masing-masing, namun kondisi tersebut justru menjadi peluang bagi Indonesia untuk menjadi motor penggerak sinergi negara-negara berkembang.
Aswin menyatakan bahwa prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia tidak berarti netral tanpa arah, melainkan kebebasan menentukan sendiri arah kebijakan luar negeri serta secara aktif memperjuangkan kepentingan nasional. Ia menilai bahwa Indonesia memiliki ruang untuk mengejar kepentingan tersebut melalui forum multilateral alternatif seperti BRICS, yang dinilai lebih mencerminkan solidaritas negara-negara berkembang.
Selain itu, ia menilai bahwa BRICS menawarkan potensi besar sebagai blok ekonomi alternatif terhadap dominasi ekonomi Barat. Keberadaan New Development Bank (NDB) sebagai alternatif Bank Dunia, Contingent Reserve Arrangement (CRA) sebagai pengganti bantuan likuiditas dari IMF, serta sistem pembayaran lintas batas CIPS yang dikembangkan sebagai alternatif SWIFT, menunjukkan adanya upaya nyata menciptakan keseimbangan baru dalam sistem ekonomi global.
Dalam menghadapi kebijakan tarif Trump yang cenderung koersif dan proteksionis, Indonesia tidak menempuh jalur konfrontatif. Sebaliknya, pemerintah menempuh pendekatan diplomasi ekonomi yang cerdas, dengan memanfaatkan forum-forum strategis, memperkuat kemitraan dengan negara-negara sahabat, serta menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri. Langkah ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk tetap teguh dan berdaulat dalam menghadapi dinamika ekonomi internasional.
Dengan strategi jangka panjang, kolaborasi internasional yang terukur, serta penguatan fondasi ekonomi domestik, Indonesia membuktikan bahwa ketangguhan ekonomi bukan dibangun dari reaksi sesaat, melainkan dari visi strategis dan keberanian untuk menentukan jalan sendiri. Di tengah gejolak global, Indonesia melangkah sebagai kekuatan yang mandiri, cerdas, dan disegani di panggung dunia.
Komitmen ini juga tercermin dalam arah kepemimpinan nasional yang semakin progresif dalam memperkuat daya tawar Indonesia di tingkat global. Melalui pendekatan yang terukur, Indonesia tidak hanya bertahan di tengah tekanan, tetapi juga memanfaatkan momentum global untuk mendorong transformasi ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaulat. Diplomasi ekonomi bukan lagi sekadar respons terhadap dinamika luar, melainkan menjadi instrumen aktif untuk meneguhkan posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi menengah yang strategis dan penuh percaya diri dalam kancah internasional.
*) Pemerhati Hubungan Internasional