Indonesia Buka Konferensi PUIC ke-19: Momen Strategis Menuju Kepemimpinan Global Dunia Islam

Oleh Marlinda Yanuar )*

Indonesia kembali memainkan peran strategis di panggung diplomasi internasional dengan menjadi tuan rumah Konferensi ke-19 Uni Parlemen Negara-Negara Organisasi Kerja Sama Islam (Parliamentary Union of the OIC Member States/PUIC). Pada Rabu, 14 Mei 2025, Presiden Prabowo dan DPR membuka konferensi tersebut dalam sebuah seremoni di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Momen ini menjadi tonggak penting bagi Indonesia dalam menunjukkan komitmennya sebagai penggerak kerja sama dan perdamaian dunia Islam.

Konferensi PUIC merupakan forum penting yang mempertemukan parlemen dari negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Tahun ini, konferensi mengusung tema “Good Governance and Strong Institutions as Pillars of Resilience” yang merefleksikan fokus dunia Islam pada penguatan tata kelola pemerintahan dan pembangunan institusi yang kuat dalam menghadapi tantangan global.

Kehadiran sekitar 450 delegasi dari 38 negara anggota dan 10 negara pengamat menandai antusiasme dunia Islam terhadap isu-isu strategis yang akan dibahas. Dari Palestina hingga ekonomi syariah, dari perubahan iklim hingga transformasi digital, forum ini menjadi ruang bagi negara-negara Muslim untuk menyatukan visi dan memperkuat posisi kolektif dalam kancah global.

Selain menjadi panggung bagi eksekutif, konferensi ini juga memperkuat peran legislatif dalam diplomasi internasional. DPR RI, sebagai tuan rumah, memainkan peran sentral dalam penyelenggaraan konferensi. Di bawah kepemimpinan Ketua DPR RI, Puan Maharani, parlemen Indonesia menunjukkan kapasitasnya dalam memfasilitasi pertemuan berskala besar dan strategis.

Pada pembukaan konferensi, Presiden Prabowo menyampaikan pesan penting tentang solidaritas dan transformasi dunia Islam. Pada awal kepemimpinannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya ingin menjadi tuan rumah yang baik, tetapi juga penggerak inisiatif kolaboratif antarnegara Islam. Ia menekankan pentingnya membangun institusi yang tangguh dan tata kelola yang akuntabel sebagai pondasi bagi pembangunan berkelanjutan dan perdamaian dunia.

Dengan membawa semangat inklusif dan kolaboratif, Indonesia menawarkan dirinya sebagai jembatan antara dunia Islam dan komunitas internasional. Presiden Prabowo juga menggarisbawahi bahwa kerja sama antarparlemen dapat menjadi kekuatan moral dan politik dalam membangun tatanan dunia yang lebih adil dan berkeadaban.

Sementara itu, Puan memposisikan konferensi ini bukan sekadar forum simbolik, tetapi sebagai ajang untuk menghasilkan komitmen nyata dari negara-negara Islam dalam menjawab persoalan global. Puan mendorong hasil konferensi tidak berhenti di meja perundingan, melainkan menjadi kebijakan nyata yang berdampak langsung terhadap kehidupan rakyat. Menurutnya, parlemen memiliki kekuatan unik untuk mendorong perubahan sistemik, terutama dalam isu-isu seperti kemerdekaan Palestina, ketimpangan pembangunan, dan pemberdayaan kelompok rentan.

DPR RI juga memanfaatkan konferensi ini untuk memperkuat jejaring kerja sama parlemen, membuka peluang dialog lintas budaya dan agama, serta mempromosikan nilai-nilai moderasi Islam Indonesia kepada dunia. Dengan semangat “Indonesia sebagai rumah besar dunia Islam yang toleran dan demokratis”, parlemen Indonesia mendorong kolaborasi yang berorientasi pada keadilan sosial dan kesejahteraan umat.

Konferensi PUIC ke-19 ini memiliki arti khusus karena bertepatan dengan peringatan 25 tahun berdirinya PUIC sejak didirikan pada tahun 1999. Momen ini menjadi refleksi atas perjalanan panjang kerja sama antarparlemen Muslim serta evaluasi atas tantangan yang masih dihadapi. Dalam forum ini, akan dibahas isu-isu prioritas mulai dari konflik Palestina, penguatan ekonomi syariah, krisis kemanusiaan di berbagai wilayah Muslim, hingga integrasi teknologi dalam tata kelola publik.

Hasil utama dari konferensi ini diharapkan tertuang dalam Deklarasi Jakarta. Sebuah dokumen strategis yang memuat komitmen kolektif untuk memperkuat institusi demokrasi, memperjuangkan hak asasi manusia, serta membangun sistem pemerintahan yang tangguh terhadap krisis. Deklarasi ini diharapkan bisa menjadi panduan moral dan politik bagi negara-negara Islam dalam menjalankan peran mereka di kancah global.

Deklarasi Jakarta menegaskan dukungan penuh terhadap perjuangan rakyat Palestina dan mengutuk segala bentuk kekerasan yang terjadi. Para delegasi menyerukan tindakan nyata dari komunitas internasional untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan berkelanjutan di Palestina. Resolusi ini juga diharapkan dapat disuarakan di forum-forum internasional lainnya, seperti Inter-Parliamentary Union (IPU).

Dengan menjadi tuan rumah, Indonesia tidak hanya memperkuat citranya sebagai kekuatan moderat di dunia Islam, tetapi juga memperlihatkan kesiapannya untuk mengambil tanggung jawab global yang lebih besar, yaitu sebagai pelopor kerja sama antarpemerintah dan antarparlemen Muslim. Pembukaan konferensi ini merupakan sinyal kuat bahwa Indonesia siap menjadi pelopor tata kelola pemerintahan Islam yang modern, terbuka, dan inklusif.

Lebih dari itu, konferensi ini mempertegas posisi Indonesia sebagai pemimpin yang mampu memadukan prinsip-prinsip Islam dengan praktik demokrasi yang sehat. Dalam dunia yang terfragmentasi oleh polarisasi, intoleransi, dan konflik, Indonesia tampil dengan narasi baru: bahwa Islam bisa menjadi kekuatan perdamaian, parlemen bisa menjadi motor perubahan, dan kolaborasi lintas negara bisa menjadi kunci masa depan umat.

Dengan dimulainya Konferensi PUIC ke-19, dunia Islam kini menatap ke Jakarta. Dari kota ini, semangat kerja sama, tata kelola yang baik, dan solidaritas global mendapatkan panggungnya. Dan dari pembukaan yang penuh makna ini, terbuka jalan menuju masa depan dunia Islam yang lebih bersatu, berdaya, dan bermartabat.

)* Pengamat Hubungan Internasional