Strategi Peningkatan Daya Beli Upaya Pemerintah dalam Penguatan Ekonomi Nasional

Oleh : Jodi Mahendra )*

Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global dan dinamika geopolitik yang tidak menentu. Dalam menghadapi kuartal II tahun 2025, fokus utama diarahkan pada peningkatan daya beli masyarakat sebagai salah satu fondasi pemulihan dan penguatan ekonomi nasional. Langkah ini sejalan dengan target ambisius dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, yakni mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun.

Salah satu strategi konkret pemerintah adalah pemberian stimulus fiskal untuk mendorong konsumsi domestik. Pada awal tahun 2025, pemerintah menggulirkan sejumlah kebijakan seperti optimalisasi bantuan sosial dan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang dicairkan lebih awal yakni pada Maret 2025. Stimulus ini diharapkan dapat menstimulasi konsumsi rumah tangga, terlebih di momen penting seperti Ramadan dan Idul Fitri.

Tak hanya itu, pemerintah juga meluncurkan program makan bergizi gratis (MBG) yang telah dimulai sejak Januari 2025. Program ini menyasar kelompok masyarakat rentan dan pelajar sebagai bagian dari upaya memperkuat kualitas sumber daya manusia sembari menggerakkan ekonomi lokal melalui sektor pangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa strategi-strategi tersebut dirancang sebagai bagian dari orkestrasi kebijakan fiskal dan moneter yang pro-growth. Selain itu, mempercepat realisasi belanja pemerintah termasuk bansos, THR, serta subsidi harga pangan agar konsumsi masyarakat tidak tergerus oleh tekanan inflasi.

Lebih lanjut, pihaknya juga menyatakan pentingnya menjaga daya beli kelas menengah, yang merupakan motor penggerak utama ekonomi Indonesia. Selain itu, pemerintah juga terus memperluas akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat melalui program Kartu Indonesia Pintar dan Jaminan Kesehatan Nasional.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 sebesar 8%. Untuk mendukung pencapaian tersebut, strategi yang diterapkan pemerintah fokus pada penguatan daya beli masyarakat, memperkuat sektor riil, serta menciptakan iklim usaha yang lebih produktif dan efisien. Dalam kuartal II 2025, pemerintah melanjutkan kebijakan stimulus fiskal yang sudah dimulai sejak awal tahun, terutama melalui percepatan realisasi belanja negara, program bantuan sosial, dan dukungan terhadap konsumsi masyarakat. Stimulus ini bertujuan agar daya beli tetap terjaga di tengah tantangan global dan ketidakpastian ekonomi.

Salah satu fokus utama adalah percepatan realisasi belanja kementerian dan lembaga, khususnya yang berdampak langsung pada masyarakat dan kegiatan produktif. Pemerintah juga memaksimalkan program perlindungan sosial seperti bantuan pangan, subsidi energi, dan bantuan pendidikan. Selain itu, untuk menjaga momentum konsumsi pasca-Lebaran, berbagai program promosi perdagangan serta pelonggaran fiskal tetap diberlakukan. Pemerintah juga terus mendorong penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembiayaan ultra mikro sebagai bentuk dukungan konkret kepada pelaku UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Pemerintah juga menempatkan industrialisasi dan hilirisasi sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi jangka menengah. Sumber daya alam unggulan seperti nikel, tembaga, kelapa sawit, hingga rumput laut menjadi fokus pengembangan melalui kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dengan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, pemerintah berharap dapat memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar internasional dan menciptakan lapangan kerja baru.

Langkah lain yang tak kalah strategis adalah reformasi regulasi. Pemerintah meluncurkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang mewajibkan eksportir menyimpan 100% hasil ekspornya di dalam negeri selama minimal 12 bulan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan memperkuat cadangan devisa.

Tak hanya fokus ke dalam negeri, pemerintah juga memperkuat kerja sama internasional. Indonesia tengah menyelesaikan perundingan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa (EU-CEPA), serta memperkuat posisinya di forum internasional seperti BRICS dan OECD. Langkah ini menunjukkan keseriusan Indonesia untuk memperluas pasar ekspor, menarik investasi asing, dan mengadopsi standar tata kelola global.

Secara keseluruhan, strategi peningkatan daya beli yang dilaksanakan pemerintah tidak berdiri sendiri. Strategi ini merupakan bagian dari pendekatan holistik pemerintah untuk memperkuat pondasi ekonomi nasional melalui konsumsi, investasi, ekspor, serta transformasi struktural yang berkelanjutan. Tantangan eksternal seperti pelemahan ekonomi Tiongkok, ketegangan geopolitik, dan perubahan iklim tetap menjadi perhatian. Dengan instrumen kebijakan yang adaptif dan kepemimpinan yang kuat, Indonesia semakin optimistis mampu menjaga momentum pertumbuhan.

Ekonom senior dan Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menilai bahwa kombinasi antara stimulus fiskal, hilirisasi industri, dan deregulasi menunjukkan arah kebijakan yang tepat karena konsistensi implementasi dan penguatan koordinasi antarlembaga, pihaknya juga mengatakan bahwa daya beli memang kunci untuk menjaga pertumbuhan dalam jangka pendek.

Dengan berbagai langkah yang telah dan sedang ditempuh, tahun 2025 menjadi momen krusial bagi Indonesia dalam membuktikan ketahanan dan daya adaptasi ekonominya. Peningkatan daya beli bukan hanya soal konsumsi, melainkan soal keberlanjutan pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan. Pemerintah kini memikul tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap rupiah kebijakan benar-benar mengalir ke masyarakat dan berdampak nyata bagi pemulihan ekonomi nasional.

.

)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan