Oleh : Rizki Ardiansyah )*
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu tantangan besar dalam bidang kesehatan di Indonesia. Indonesia terus memperkuat komitmennya untuk menanggulangi penyakit ini secara menyeluruh dan berkelanjutan. Dalam upaya tersebut, sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi fondasi penting dalam mewujudkan Gerakan Nasional Siaga TBC sebagai gerakan kolektif untuk mendeteksi, mencegah, dan mengobati TBC di seluruh lapisan masyarakat.
Gerakan Nasional Siaga TBC merupakan bukti nyata kepemimpinan visioner pemerintah pusat dalam mengatasi TBC secara menyeluruh. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan peta jalan eliminasi TBC tahun 2030, lengkap dengan strategi nasional dan indikator keberhasilan yang jelas. Di sisi lain, pemerintah daerah mengambil peran penting sebagai ujung tombak pelaksanaan program di lapangan. Sinergi yang terjalin antara pusat dan daerah menjadikan program ini lebih terarah, responsif, dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat di tiap wilayah.
Salah satu bentuk sinergi yang menonjol adalah penguatan kapasitas layanan kesehatan di tingkat daerah. Pemerintah pusat menyediakan dukungan regulasi, anggaran, pelatihan tenaga kesehatan, serta sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi. Pemerintah daerah, dengan kedekatannya terhadap masyarakat, memastikan layanan tersebut menjangkau seluruh pelosok, termasuk daerah terpencil dan rentan. Kolaborasi ini memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang setara terhadap pemeriksaan dan pengobatan TBC yang berkualitas.
Tidak hanya itu, pemerintah pusat dan daerah juga bekerja sama dalam membangun kesadaran publik melalui kampanye informasi dan edukasi yang masif. Melalui pendekatan komunikasi yang kreatif dan inklusif, masyarakat diajak untuk mengenal gejala TBC, pentingnya deteksi dini, serta perlunya menyelesaikan pengobatan hingga tuntas. Kampanye ini tidak hanya menggugah kesadaran, tetapi juga menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam pelacakan kasus dan dukungan terhadap pasien TBC.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Ribka Haluk mengatakan pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk lebih proaktif dalam mendukung Gerakan Bersama Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga TBC. Gerakan ini secara resmi diluncurkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas TBC hingga ke tingkat desa dan kelurahan. Pihaknya juga menyampaikan apresiasi terhadap Menkes yang dinilai aktif dan memiliki perhatian besar terhadap isu kesehatan masyarakat, serta secara konsisten menjalin koordinasi dengan Kemendagri dalam berbagai program kesehatan nasional.
Keberhasilan penanggulangan TBC juga membutuhkan integrasi lintas sektor. Pemerintah pusat melalui kementerian terkait turut mendukung dengan kebijakan yang mendukung pemberdayaan sosial, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan gizi. Pemerintah daerah pun menyelaraskan program-program tersebut dengan kebijakan daerah agar lebih tepat sasaran dan saling menguatkan. Dengan pendekatan multi-sektor ini, faktor-faktor sosial dan ekonomi yang menjadi akar masalah TBC dapat ditangani secara komprehensif.
Penting pula disoroti bahwa sinergi ini tidak hanya bersifat vertikal, tetapi juga horizontal. Antar daerah saling berbagi pengalaman, strategi, dan praktik baik dalam pengendalian TBC. Forum-forum koordinasi regional difasilitasi oleh pemerintah pusat untuk memperkuat jejaring antardaerah, mendorong inovasi, dan mempercepat replikasi program yang berhasil. Budaya saling belajar ini menjadi energi positif dalam memperkuat solidaritas nasional menghadapi TBC.
Gerakan Nasional Siaga TBC juga menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan yang inklusif dan visioner. Di banyak daerah, kepala daerah menunjukkan komitmen yang tinggi dalam menempatkan penanggulangan TBC sebagai prioritas. Dukungan anggaran daerah, kebijakan lokal yang responsif, serta pengawasan langsung terhadap implementasi program menjadi wujud nyata keberpihakan kepada kesehatan masyarakat. Pemerintah pusat mendukung melalui apresiasi, insentif, dan pendampingan teknis yang berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya mengingatkan pentingnya pengawasan selama masa pengobatan TBC. Pasien TBC memerlukan waktu berbulan-bulan untuk sembuh, dan jika pengobatan dihentikan di tengah jalan, pasien bisa menjadi resisten terhadap obat. Selain itu, pihaknya juga berharap kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, khususnya di wilayah Jakarta, dapat memastikan pengawasan berjalan baik. Dengan begitu, Jakarta bisa menjadi wilayah pertama yang terbebas dari TBC secara total.
Sinergi yang terjalin kuat antara pemerintah pusat dan daerah ini menjadi cerminan semangat gotong royong yang menjadi karakter bangsa Indonesia. Dalam menghadapi tantangan sebesar TBC, tidak ada ruang untuk bekerja sendiri. Keberhasilan hanya dapat diraih melalui kolaborasi, saling percaya, dan kesamaan visi. Pemerintah pusat dan daerah menunjukkan bahwa jika bergerak bersama, kita dapat membangun sistem kesehatan yang tangguh dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Kini, langkah-langkah besar telah ditempuh, dan hasilnya mulai terlihat. Jumlah kasus TBC yang terdeteksi semakin meningkat—tanda bahwa sistem deteksi dini semakin efektif. Ketersediaan obat dan layanan pendukung juga semakin merata. Pemerintah terus menunjukkan komitmen penuh bahwa perjuangan ini akan mencapai garis akhir dengan kemenangan yang pasti. Oleh karena itu, sinergi ini harus terus diperkuat, diperluas, dan dijaga keberlanjutannya. Dengan dukungan semua pihak, cita-cita Indonesia bebas TBC pada tahun 2030 bukanlah impian, melainkan tujuan yang dapat diwujudkan bersama.
)* Penulis adalah pengamat kesehatan