Dukungan Bentuk Satgas Anti Premanisme Upaya Pemerintah Lakukan Penegakan Hukum

Oleh: Rianto Agas )*

Premanisme bukan hanya sekadar tindakan kriminal jalanan, melainkan ancaman serius terhadap tatanan hukum, ketertiban umum, serta iklim ekonomi dan investasi nasional. Dalam konteks negara hukum seperti Indonesia, segala bentuk kekerasan dan pemaksaan yang dilakukan individu maupun kelompok, termasuk organisasi kemasyarakatan (ormas) yang melenceng dari koridornya, merupakan gangguan nyata terhadap kewibawaan negara. Oleh karena itu, langkah pemerintah melalui Polri untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Premanisme patut diapresiasi dan mendapat dukungan luas dari masyarakat.

Ketegasan pemerintah dalam menertibkan aksi premanisme menjadi penanda keseriusan dalam menegakkan supremasi hukum. Premanisme kerap muncul dalam berbagai wujud: dari pungutan liar, penguasaan wilayah secara ilegal, intimidasi atas nama ormas, hingga kekerasan yang dilakukan dengan kedok jasa penagihan utang. Fenomena ini bukan hanya mengganggu ketenteraman sosial, tetapi juga menjadi hambatan signifikan bagi para pelaku usaha, investor, dan masyarakat luas dalam menjalankan aktivitas ekonomi secara bebas dan aman.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menyambut baik langkah tegas pemerintah dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum. Ia menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tidak tebang pilih dan berpijak pada prinsip keadilan. Sugeng menyatakan dukungan kepada pemerintah untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum, dengan langkah penegakan hukum yang tegas berdasar hukum tanpa pandang bulu pada kegiatan individu maupun kelompok masyarakat. Ia pun mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar segera membentuk Satgas Anti Premanisme di seluruh wilayah Indonesia, guna memberantas tindakan-tindakan premanisme yang marak dilakukan oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan ormas.

Apa yang disampaikan IPW merupakan refleksi keresahan masyarakat. Dalam praktiknya, tidak sedikit kelompok tertentu yang berlindung di balik legalitas organisasi, namun melakukan tindakan ilegal seperti pemalakan, penguasaan lahan secara paksa, bahkan penganiayaan. Ketika praktik-praktik semacam ini dibiarkan, maka yang dirugikan bukan hanya korban langsung, tetapi juga kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Langkah Polri melalui pembentukan Satgas Anti Premanisme menjadi jawaban konkret atas permasalahan tersebut. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa pembentukan Satgas adalah bentuk komitmen institusi kepolisian dalam menjaga stabilitas keamanan nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dia menambahkan bahwa operasi Satgas nantinya dilakukan dengan pendekatan penegakan hukum yang didukung kegiatan intelijen, preemtif, dan preventif. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Polri tidak hanya bertindak setelah terjadi pelanggaran, namun berusaha untuk mencegah dan mengantisipasi sejak dini potensi gangguan keamanan oleh kelompok preman.

Selain itu, pendekatan terintegrasi ini juga merupakan bentuk modernisasi cara pandang dalam penanganan premanisme, yang tidak sekadar berbasis kekuatan fisik atau represif, tetapi juga melalui deteksi dini, edukasi, dan peningkatan kehadiran aparat di tengah masyarakat.

Dukungan terhadap pembentukan Satgas Anti Premanisme juga datang dari kalangan profesional hukum. Pengamat hukum sekaligus advokat senior, Dr. Togar Situmorang menyampaikan bahwa praktik premanisme sudah sangat meresahkan dan harus diberantas agar tidak membudaya. Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, termasuk yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan penagihan utang tidak boleh dibiarkan.

Pernyataan Togar memperkuat bahwa aksi premanisme tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga menciderai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi gotong royong, kedamaian, dan keadaban. Apalagi ketika tindakan-tindakan kekerasan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menyalahgunakan legalitas organisasi untuk menjalankan aktivitas ilegal, maka negara wajib hadir untuk menegakkan hukum dan melindungi warganya.

Dalam konteks pembangunan nasional, keamanan merupakan fondasi utama. Tidak ada investasi yang tumbuh dalam ketakutan, tidak ada perdagangan yang berkembang dalam intimidasi. Maka, upaya Polri membentuk Satgas Anti Premanisme tidak hanya relevan dalam kerangka hukum, tetapi juga vital untuk mendorong kemajuan ekonomi nasional. Penegakan hukum yang tegas akan memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha, serta memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat.

Lebih jauh, pembentukan Satgas ini juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam terhadap ancaman nyata yang bersifat sistemik dan terorganisir. Premanisme yang dibungkus dengan dalih organisasi, keagamaan, atau jasa profesional harus dibedakan dengan jelas dari aktivitas sosial yang sah dan konstitusional. Negara, dalam hal ini aparat penegak hukum, memiliki legitimasi untuk menindak segala bentuk pelanggaran hukum, apapun motif dan bungkusnya.

Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat memberikan dukungan penuh terhadap pembentukan dan penguatan Satgas Anti Premanisme. Masyarakat harus berani melaporkan segala bentuk intimidasi, pemerasan, dan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Peran aktif warga negara adalah kunci suksesnya langkah preventif dan represif dari institusi penegak hukum. Mari kita jaga ruang publik kita tetap aman, adil, dan bebas dari ancaman premanisme, demi terwujudnya Indonesia yang berdaulat dalam hukum dan damai dalam kehidupan sosial.

)*Pemerhati Hukum dan Pemerintahan dari Lembaga Catalyst Union