Oleh : Gunawan Adi Putro )*
Sebagai negara dengan kuota jemaah haji terbesar di dunia, tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia tidak hanya sebatas pada aspek logistik, tetapi juga menyangkut kualitas layanan kesehatan jemaah selama menjalankan ibadah. Fakta menunjukkan bahwa mayoritas jemaah haji Indonesia berusia lanjut dan memiliki penyakit penyerta. Oleh karena itu, peningkatan kualitas layanan kesehatan menjadi kunci utama dalam menekan angka kematian jemaah haji yang masih tergolong tinggi setiap tahunnya.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama terus melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan layanan kesehatan jemaah haji. Salah satu langkah nyata adalah pembentukan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) yang terdiri dari dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang menyertai jemaah sejak keberangkatan hingga kembali ke tanah air. Para petugas ini tidak hanya bertugas menangani kasus medis selama ibadah haji, tetapi juga memberikan edukasi kesehatan, pemantauan kondisi fisik harian, serta pendampingan bagi jemaah berisiko tinggi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan jumlah kematian jemaah haji Indonesia pada tahun 2024 mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Dari 773 jemaah yang wafat pada 2023, jumlah tersebut turun menjadi 461 orang pada 2024. Menurutnya, penurunan angka kematian tersebut merupakan hasil dari berbagai langkah perbaikan yang dilakukan bersama Kementerian Agama, terutama dalam proses pemeriksaan kesehatan yang kini dilakukan lebih awal dan pendampingan yang lebih menyeluruh.
Melalui pemeriksaan menyeluruh, pemerintah dapat mengidentifikasi jemaah dengan kondisi kesehatan tertentu yang memerlukan penanganan khusus. Selain itu, pembatasan keberangkatan bagi jemaah yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi salah satu langkah pencegahan dini terhadap potensi risiko kesehatan di Arab Saudi. Pendekatan ini membuktikan bahwa kesehatan jemaah bukan lagi dianggap sebagai masalah sekunder, tetapi sebagai prioritas utama dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Dalam praktiknya, peningkatan layanan kesehatan juga mencakup pembekalan fisik dan mental jemaah sebelum berangkat. Kegiatan manasik haji kini disertai dengan pelatihan pola hidup sehat, termasuk pengaturan pola makan, latihan fisik ringan, serta edukasi tentang cuaca ekstrem dan potensi penyakit menular di Arab Saudi. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat daya tahan tubuh jemaah agar mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang jauh berbeda dari Indonesia. Hasilnya, semakin banyak jemaah yang lebih siap secara fisik dan mental dalam menghadapi rangkaian ibadah yang cukup berat.
Sementara itu, Menteri Agama, Prof. Nasaruddin Umar turut memastikan bahwa seluruh fasilitas dan layanan di Madinah telah siap untuk menyambut kedatangan kloter satu gelombang pertama. Hal ini mencakup kesiapan asrama pemondokan, layanan transportasi antar titik ibadah, penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi jemaah Indonesia, serta kesiapan tenaga medis dan logistik kesehatan di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah yang telah dilengkapi peralatan emergensi dan sistem pelaporan digital untuk merespons setiap kondisi darurat secara cepat dan tepat, sehingga jemaah gelombang pertama dapat menjalankan ibadah dengan rasa aman dan nyaman sejak awal kedatangan .
Keberhasilan layanan kesehatan haji Indonesia juga tidak terlepas dari kerja sama erat antara pemerintah Indonesia dan otoritas Arab Saudi. Penempatan Kantor KKHI di Mekkah dan Madinah sebagai pusat layanan kesehatan rujukan menjadi solusi efektif untuk penanganan kasus kasus medis berat. Tim medis Indonesia yang bekerja di KKHI dilengkapi dengan fasilitas kesehatan yang mumpuni, termasuk ruang ICU, laboratorium, farmasi, hingga layanan ambulans yang siaga 24 jam. Kolaborasi ini memperkuat sistem rujukan dan meningkatkan peluang keselamatan jemaah dalam kondisi darurat.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Hajidan Umrah (PHU), Hilman Latief menjelaskan partisipasi masyarakat juga menjadi faktor penting dalam mendukung keberhasilan layanan kesehatan jemaah. Kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) memiliki peran dalam memastikan jemaah mengikuti seluruh prosedur kesehatan sejak dari daerah asal. Kesadaran kolektif ini perlu terus ditingkatkan agar semua pihak menyadari pentingnya menjaga kesehatan sebelum dan selama menjalankan ibadah. Semangat gotong royong yang menjadi karakter bangsa Indonesia terbukti mampu memperkuat ketahanan jemaah dalam menghadapi tantangan ibadah di tanah suci.
Peran masyarakat ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan tidak bisa hanya mengandalkan tenaga medis atau kebijakan pemerintah. Kolaborasi antara KBIH, jemaah, dan komunitas lokal memperlihatkan bagaimana semangat gotong royong—sebagai karakter khas bangsa Indonesia—dapat menjadi kekuatan sosial yang menopang ketahanan jemaah. Oleh karena itu, edukasi kesehatan harus terus diperluas, tidak hanya menjelang keberangkatan, tetapi juga sejak tahap awal pembinaan jemaah agar tercipta budaya sadar kesehatan yang berkelanjutan.
Melalui peningkatan kualitas layanan kesehatan yang berkelanjutan, angka kematian jemaah haji Indonesia menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Ini menjadi indikator positif bahwa pendekatan preventif, promotif, dan kuratif dalam sistem layanan kesehatan haji semakin efektif. Pemerintah berkomitmen untuk terus menyempurnakan sistem yang ada, termasuk dengan memperbanyak pelatihan tenaga kesehatan, memperluas edukasi masyarakat, serta memperkuat kerja sama lintas sektor. Dengan demikian, penyelenggaraan ibadah haji tidak hanya menjadi peristiwa spiritual, tetapi juga mencerminkan keberhasilan negara dalam melindungi warganya di luar negeri.
)* Mahasiswa pascasarjana yang tinggal di Bogor