Oleh: Qonita Auliandri )*
Ketahanan pangan tidak hanya soal ketersediaan beras di lumbung atau keberhasilan panen di musim tanam. Lebih dari itu, ketahanan pangan adalah fondasi kedaulatan sebuah bangsa. Dalam konteks Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan bentang geografis yang luas serta beragam, tantangan ketahanan pangan menjadi sangat kompleks namun juga penuh peluang. Di sinilah pentingnya inisiatif seperti Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) yang kini digelorakan secara masif.
Gerina bukan sekadar program pertanian biasa. Ia merupakan gerakan moral dan kolektif yang bertujuan menumbuhkan kesadaran serta aksi nyata masyarakat dalam menjaga ketersediaan dan keberlanjutan pangan nasional. Dalam situasi global yang serba tidak pasti, mulai dari perubahan iklim, geopolitik dunia, hingga fluktuasi harga komoditas pangan internasional, Indonesia dituntut memiliki daya tahan yang kuat dalam sektor pangan.
Inisiator Gerina Ustaz Adi Hidayat, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pihak dalam membangun kesadaran kolektif mengenai pentingnya ketahanan pangan. Dalam pandangannya, keberhasilan program seperti Gerina tidak semata-mata bertumpu pada kebijakan pemerintah. Menurutnya, ketika pemerintah sudah memiliki rancangan dan visi yang jelas, maka rakyat perlu mendukung dan bersinergi agar terjadi akselerasi dalam mewujudkan stabilitas pangan.
Pernyataan tersebut menggambarkan filosofi dasar ketahanan pangan yaitu tidak bisa ditopang oleh satu entitas saja. Pemerintah memang memegang peran penting dalam merumuskan kebijakan, memberikan dukungan anggaran, serta menyediakan sarana dan prasarana pertanian. Namun, peran masyarakat, mulai dari petani hingga konsumen urban, menjadi sangat krusial dalam memastikan kebijakan tersebut berjalan efektif di lapangan.
Gerina hadir untuk menjembatani sinergi antara negara dan rakyat. Melalui pendekatan berbasis komunitas dan partisipasi publik, program ini mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta menanam, baik di lahan luas maupun pekarangan rumah. Ini bukan hanya soal kontribusi fisik, melainkan juga soal perubahan paradigma yaitu dari sekadar pengguna pangan menjadi produsen pangan dalam lingkup terkecil sekalipun.
Langkah pemerintah dalam memperkuat program ini pun patut diapresiasi. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan Indonesia kini berada di jalur yang benar menuju swasembada pangan. Dia menegaskan bahwa komitmen pemerintah sangat tinggi dalam memperkuat ketahanan pangan nasional di tengah dinamika global yang terus berubah. Dengan adanya program Gerina prioritas utama saat ini yaitu memperkuat cadangan beras nasional sebelum membuka peluang ekspor beras semakin mungkin untuk terwujud.
Pernyataan Menteri Pertanian menegaskan bahwa strategi pangan Indonesia tidak hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan domestik, tetapi juga memiliki visi jangka panjang untuk menjadi pemain global. Ketika cadangan nasional telah stabil, Indonesia berpotensi menjadi eksportir yang diperhitungkan di pasar internasional. Ini tentu bukan cita-cita yang mustahil, mengingat potensi sumber daya alam dan kapasitas produksi kita yang sangat besar.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menambahkan bahwa Indonesia saat ini mengalami surplus beras, sebuah indikator penting bahwa ketahanan pangan kita semakin menguat. Dengan pencapaian ini, menurut Sudaryono, Indonesia siap mengambil peran sebagai lumbung pangan dunia. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperkuat sektor pertanian dan memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
Surplus beras bukan sekadar angka statistik. Ia adalah hasil dari kerja keras para petani, dukungan teknologi, ketersediaan pupuk, pengelolaan irigasi, serta peran aktif masyarakat yang mendukung program pangan dari hulu hingga hilir. Keberhasilan ini menjadi momentum penting untuk terus menggerakkan partisipasi rakyat dalam program-program seperti Gerina.
Namun, keberlanjutan ketahanan pangan tidak boleh hanya bergantung pada kondisi saat ini. Ketahanan pangan adalah pekerjaan jangka panjang yang memerlukan inovasi, konsistensi, dan kolaborasi. Gerina menjadi wadah strategis untuk mengonsolidasikan energi sosial masyarakat dalam semangat gotong royong yang selama ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Di berbagai daerah, implementasi Gerina mulai menunjukkan dampak positif. Sekolah-sekolah mulai mengenalkan konsep urban farming, pesantren-pesantren mengembangkan pertanian terpadu, dan kelompok masyarakat menginisiasi kebun pangan lokal. Semua ini menjadi bukti bahwa ketika kesadaran tumbuh dari bawah, maka ketahanan pangan bukan lagi sekadar wacana elit, tetapi menjadi gerakan rakyat yang nyata.
Ketahanan pangan bukan tugas segelintir orang, tapi hal itu menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah telah menyediakan platform dan arah yang jelas, kini saatnya rakyat menunjukkan dukungannya melalui tindakan nyata. Gerina bukan hanya milik petani, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia.
Mari kita mulai dari hal kecil menanam di pekarangan, mengurangi limbah pangan, mendukung produk lokal, hingga menyebarkan semangat ketahanan pangan di lingkungan sekitar. Dengan begitu, kita tidak hanya menjadi konsumen yang pasif, tetapi menjadi pelaku perubahan. Gerina adalah gerakan bangsa. Dan bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa memberi makan rakyatnya sendiri.
)* Penulis merupakan pemerhati pangan